Pure Love

MS Wijaya
7

(Ini Sekuel dari Cerpen sebelumnya yang "BROKEN ANGEL" silahkan klik disini untuk baca)




Panggilan telepon dari Abe menyelamatkanku dari orang gila yang berusaha mendekatiku siapa tadi namanya?? All…all ah entahlah bahkan aku tak mengiat namanya yang diucapkannya baru saja. 

Dengan cepat aku bangkit dari tempat duduk dan menjauh dari orang aneh itu. Sebenarnya sejak dia duduk dihadapanku, aku sudah ingin kabur dari hadapannya. Namun rasanya kurang sopan. Walaupun yang baru saja kulakukan benar-benar tak sopan padanya dengan melenggang pergi begitu saja tanpa pamit untuk menerima telpon Abe.

“Aku sudah di depan rumah Tiara.” ujar Abe singkat. 

Aku menengok keluar jendela dan mendapati dirinya melambaikan tangannya diluar gerbang. Aku tersenyum dan memintanya menunggu sebentar. Aku berjalan kearah Tiara dan pamit untuk pulang, Padahal acara puncak belum dilaksanakan, tapi aku punya acara lain dengan Abe. Fitting baju pengantin yang dijadwalkan hari ini, jika dibatalkan harus menunggu seminggu lagi. Sedang musim kawin kalau kata orang-orang.

“Hai sayang kamu keliatan cantik seperti biasanya.” rayu Abe yang selalu membuatku merona, ia mencium keningku lembut dan menuntunku masuk ke mobilnya layaknya seorang ratu. 

“Bagaimana Tuan Putri kita langsung kesana atau makan malam dulu?.” Tanyanya begitu menyalakan mesin mobil dan dengan cepat memasuki jalan besar.

“Langsung kesana ya, aku nggak mau nanti bajunya jadi nggak muat gara-gara kamu jejalin aku dengan makanan yang kamu pesan” aku memicingkan mataku curiga, dia akan mengajakku pergi makan ke tempat kesuakaanku dan dietku gagal besar. 

Terakhir kali dia mengajakku makan membuat berat badanku naik setengah kilo dalam satu malam saja. Dia malah tergelak tertawa sendiri, sepertinya cukup puas membuatku kesal. Aku sudah berdiet mati-matian bulan ini untuk menggunakan gaun pengantin impianku itu dan Abe tidak boleh menghancurkan impianku memakainya dihari istimewaku itu. Aku tahu Abe lebih menyukaiku yang lebih berisi katanya dari pada yang sekarang. Dia selalu mengatakan nanti sehabis lahiranpun perutmu akan besar juga apalagi saat hamil. Entah itu penghinaan atau pujian namun aku selalu menanggapinya dengan menjewer jambangnya yang keriting itu sampai dia memohon untuk dilepaskan.
*****

Mikham tane ghashangeto To baghalam begiram
(Ingin kudekap Tubuh indahmu)
Begam ageh nabashi
(Dan katakan jika kau tak di sini)
Karam tamoomeo, Bedooneh to mimiram
(Tak bisa kulanjutkan hidup, Aku kan mati tanpamu)
Mikham labato roo labam Bezary ta hamisheh
(Ingin kukecupBibir indahmu itu)
Begam keh zendegy digeh
(Dan kan kukatakan selamanya)
Bedooneh to nemisheh
(Bahwa tak bisa kutanggung hidup tanpamu)

Air mata yang kutahan sejak tadi akhirnya keluar jua, membuat sungai kecil membelah kedua pipiku. Dengan lembut ia mencium kedua lenganku bergantian lalu keningku. Mengingatkanku pada Abe, tapi bukan Abe yang ada dihadapanku. Bukan Abe yang menyatakan ijab Kabul kepada Ayahku. 

Bukan laki-laki dihadapanku ini seharusnya yang menikahiku. Air mata ini, air mata ini bukan air mata bahagia. Namun air mata yang keluar karena jeritan hati yang terus merintih. Aku ingin Abe-ku kembali aku ingin dia yang menjadi suamiku saat ini. Yang mengesahkanku dalam ikatan suci yang seharusnya terjadi.

Kenapa aku tak ikut mati dalam kecelakaan malam itu? mati bersama dengan Abe? Aku benar-benar tak punya keinginan hidup lagi setelah Abe tiada. Aku ingin ikut bersamanya, aku ingin ikut kekal bersamanya didalam kematian. Aku tak ingin hidup tanpanya. Aku menerima pinangan laki-laki ini karena merasa iba dengan kedua orang tuaku yang tampaknya frustasi setelah melihatku tak mempunyai semangat hidup lagi. Aku tak ingin mengecewakan mereka, walaupun sebenarnya aku lebih memilih mati dari pada melakukan ini. Aku tidak akan pernah bisa mencintai laki-laki ini, tak akan pernah!

*****

“DIAMM!!” teriakku kepada bayi mungil yang masih merah itu, aku benar-benar tidak tahan dengan suara rengekannya. Suaranya begitu memekakan telingaku. Entah mengapa aku begitu membencinya, bukankah anak itu adalah darah dagingku sendiri?? tapi aku benar-benar tak menginginkannya aku tak ingin. Mengingat bukan Abe yang menjadi ayahnya, tapi laki-laki aneh itu yang kini menjadi suamiku saat ini.

“Sayang, tenang biar  aku yang menidurkan Aldi.” Bisik Ali tergopoh-gopoh menghampiriku.

Dengan kesal aku kembali ke kamarku menutup wajahku dengan bantal, meraung dalam hati lagi. Memohon agar hidup ini segera berakhir. Aku belum bisa menerima semua ini, sampai kapan aku akan membenci semua orang seperti ini? Sampai kapan?? Tangan hangat Ali memelukku lembut, namun aku menepisnya. Aku membalikkan tubuhku sehingga kini aku memunggunginya. Mengapa aku melakukan itu? bukankah ia suamiku? tentu dia berhak atas diriku, Seandainya keadaannya berbeda, mungkin aku akan membalas pelukannya. Merasakan kenyaman dan kehangatan di dadanya. 

*****

Kuambil kotak kayu berukuran dua puluh senti itu dari laci bawah meja rias, disana tempatku menyimpan semua  kenangan tentangnya, kalung liontin berwarna perak berbentuk hati surat-surat kecil yang ditulisnya dan foto-foto kenangan kami berdua. Abe aku sangat merindukanmu bisikku lirih aku kembali bersimpuh dilantai sambil memeluk fotonya. Dapat kurasakan dirinya berada disisiku, memelukku dengan penuh kehangatan dan kerinduan. 

Tiba-tiba tangan mungil yang hangat menyentuh pipiku, menghapus air mataku menyadarkanku untuk kembali ke realita. Bahwa Abe telah tiada!!

“mama..mamma.” panggil Aldi, anakku lalu meletakkan pipinya ke pipiku, seakan ia tahu kesedihanku. Ia belum genap satu tahun tapi sudah mengucapkan dengan jelas kata mama. Entah mengapa ada kedamaian saat kulit kami saling bersentuhan. Bisa kurasakan denyut jantung kecil milik Aldi dan wangi minyak telon menghambur ke hidungku. 

Kupandangi wajah kecil dihadapanku itu. Matanya mirip denganku mata coklat keabuan, aku bisa melihat diriku di dirinya. Senyum itu, senyum milik Ali yang senantiasa dengan sabar mengurusku. Memberikan senyum terbaiknya disetiap pagi saat ku membuka mata. Ia tak pernah mengeluh tentang keacuhanku terhadapnya, terhadap Aldi. Ia tak pernah menyesal telah menikahi wanita putus asa yang tak menginginkannya sama sekali. Mengapa hatiku tak melembut setelah segala kebaikan yang ada pada dirinya untukku, untuk keluargaku? Laki-laki gila yang dulu mendekatiku di pesta ulang tahun Tiara. 

Aku bangun dari tempatku dan memeluk Aldi dengan erat, Memeluk darah dagingku yang dulu ingin ku enyahkan. Maafkan aku, maafkan aku Aldi-ku sayang, maafkan ibumu yang telah mengabaikanmu. Ibu berjanji tak akan mengabaikanmu lagi, dan ayahmu. Bisa kulihat Ali tersenyum didepan pintu melihat aku dan Aldi berpelukan. Aku membalas senyumnya dan berbisik terimakasih untuk segalanya.
This was just meant to be
(Memang sudah ditakdirkan begini)
To nistio ta abad
(Kini kau tak di sini)
Bito delam migireh
(Aku akan menderita selamanya)
Amma zamooneh migeh
(Tapi takdir tlah terjadi)
Keh digeh kheili direh
(Terlambat sudah kini)




Inspired from Song Pure Love and Broken Angel by Arash Feat Helena
Tags

Post a Comment

7Comments

  1. Butuh waktu... Ali sabar bgt yah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah kesabaran pasti mendapatkan hasil asal mau menunggu

      Delete
  2. Mantap... Kayaknya udah pantas menikah nih, udah bisa ngerasain bahwa anak adalah segalanya... Hasssssssseeeek....

    ReplyDelete
  3. Pure Love itu lagunya Arash juga ya bang?

    ReplyDelete
  4. Wihhh pass! Saya tadinya ragu dengan tulisan saya, bener ini songlit? Tulisan mas tian mencerahkan...

    ReplyDelete
Post a Comment