Clashh...
Lampu Flash dari kamera-kamera
para wartawan saling menyambar bergantian, mereka berebut mengambil gambar Rehan
dan aku tentu saja. Aku agak jengah sebenarnya ditengah para wartawan kini
nampak bak serigala lapar sedang menikmati santap malamnya dengan liar. Rehan
yang telah terbiasa dengan semua itu terlihat memamerkan senyum terbaiknya. Dan
sudah seharusnya aku terbiasa dengan kamera atau para wartawan. Setidaknya
mulai hari ini aku akan mulai belajar dan membiasakannya, setelah menjadi istri
dari Aktor terkenal Rehan Pranata mau tidak mau semua itu akan menjadi makanan
sehari-hari.
Walaupun ngeri sekali
membayangkan setiap kegiatan atau apa yang kita lakukan pasti tak luput dari
para wartawan yang haus akan berita. Atau malah mendapatkan terpaan gosip yang
tidak jelas juntrungannya. Tapi di Indonesia ini masih belum seberapa
dibandingkan diluar negeri sana, di luar sana bahkan ada yang namanya paparazi,
mereka mengintai rumah para seleb. Mengintai mereka bagaikan detektif yang
disewa untuk mengawasi mereka. Mengabadikan setiap gerakan, betapa tidak
bebasnya mereka.
“Kamu kok bengong? Capek ya?”
Bisik Rehan lembut sambil membelai pipiku tak kalah lembutnya dengan bisikannya
yang hanya bisa didengar olehku. Aku menundukkan wajahku sebagai tanda ‘ya’ dan
aku tahu pasti Rehan mengerti maksudku itu. Tak berapa lama kemudian ia
menuntunku menuju kamar yang telah dipersiapkan untuk kami pengantin baru.
Acara pernikahan kami diadakan besar-besaran, bukan karena Rehan punya uang
banyak. Namun itu semua didapat dari sponsor, bahkan disiarkan langsung oleh
televisi swasta.
Sebenarnya Rehan tak mau seperti ini, aku apalagi. Tapi pihak
sponsor memaksa dan membayar mahal untuk pernikahan kami. Tentu saja Rehan
tergiur dengan bayarannya, kamipun tak harus mengeluarkan kocek sendiri untuk
persiapannya, kami hanya membayar dua puluh persen dari total biaya. Selebihnya
dari sponsor dan malah kami akan mendapatkan uang jika ratingnya stasiun tv itu
naik. Rehan segera keluar dari kamar begitu mengantarku, ia mau meminta izin ke
pihak managementnya untuk menyudahi acara live yang saat ini masih berlangsung.
Aku sudah bersiap akan tidur
ketika Rehan datang, wajahnya nampak kuyu dan lelah. Rupanya ia kepayahan juga
setelah seharian berdiri menyalami para tamu yang tak putus-putus. Ia menyempatkan
cuci muka sebelum naik kekasur dan bergabung denganku. Tangannya yang kokoh
memelukku, wajahku menghangat didadanya bersamaan dengan detak jangtung kami
yang menjadi seirama.
“Maafin aku ya.” ujarnya lalu
membelai anak rambutku hingga aku tertidur.
*****
“Alifa, bangun nduk ayo shalat
subuh dulu.” Ibu membangunkanku, aku mengulat dikasurku. Rasanya lelah sekali
harus kembali ke realita, kulirik kesampingku Rehan masih terlelap.
Segera aku bangun untuk mengambil
air wudhu yang langsung membuatku segar, dan langsung bergabung shalat subuh dikamar
sebelah untuk shalat berjamaah dengan ibuku.
Ya Allah kuatkan diriku dalam segala urusanku, kuatkan aku kuatkan aku.
Dengan cekatan aku mengambil air
panas ditermos dan mencampurnya di baskom yang sudah ada air yang sedingin air
es itu. Setelah airnya cukup hangat aku membawanya kekamarku, Rehan masih belum
bangun juga. Ku kecup keningnya lembut ia bangun seketika tanpa menggerakkan
tubuhnya. Hanya matanya yang terbuka dan sesungging senyum manis yang selalu
menguatkanku.
Aku membasuh tubuhnya dengan
handuk lembut yang sudah dibasahi dengan air hangat, sebuah ritual pagi yang
telah kulakukan selama satu tahun belakangan ini. Tepat ditahun ketiga kami
menikah kasus narkoba yang mencatut nama Rehan, yang membuat ia terlibat
didalamnya sejak itu tidak ada lagi produser atau stasiun televisi yang
memperkerjakannya. Bagai jatuh terkena tangga pula, Rehan yang tak siap
menerima itu malah membuat dirinya stroke dan lumpuh total, hanya kepalanya
saja yang masih bisa berfungsi, tersenyum dan berbicara pun baru tiga bulan ini
bisa dilakukan setelah mengikuti terapi yang kulakukan sendiri mengikuti instruksi
yang kudapat dari internet, karena kami sudah tak mampu membayar biaya berobat
Rehan. Uang kami sudah habis semuanya untuk berobat Rehan kesana-kemari tapi
tak menemukan hasil. Keluarga Rehanpun seakan membuang Rehan setelah kejadian
yang menimpanya kini.
Rehan menatapku nanar, mungkin ia
benci pada dirinya sendiri karena tak mampu berbuat apa-apa. Ia sering
memintaku untuk menceraikannya saja karena keadaanya kini yang tak bis
memberikannya nafkah lahir maupun batin. Tapi dengan tegas aku menolaknya, karena aku sudah berjanji
dihadapan Allah dan dihadapan keluargaku untuk selalu menjaganya baik sehat
ataupun sakit, berada disisinya saat ia kaya maupun miskin dan menemaninya
dalam keadaan suka maupun duka. Ya kami sudah berjanji dihari pernikahan kita,
aku tak akan mengingkarinya. Aku akan tetap menjaganya sampai maut yang
memisahkan kita.
Ya Allah kuatkan diriku dalam segala urusanku, kuatkan aku kuatkan aku.
3 Comments
Setia, sampai maut memisahkan. 👍👍
ReplyDeleteaamin
DeleteKuat ya...harus
ReplyDelete