Suara Hujan

MS Wijaya
4
Kau marah.
Jelas sekali terlihat dari diammu 
Dan betapa ‘tak bersemangatnya dirimu menatap hujan yang biasa kau agung-agungkan.
Kau bergeming menatap hujan deras yang baru saja turun dengan tiba-tiba tanpa pertanda.
Dari balik jendela, kau menatap kosong pada bulir-bulir yang jatuh membasahi jalan.

Hanya karena mendebatkan sesuatu.
Hal-hal yang sesungguhnya tak berfaedah untuk didebatkan pula.

Tentang bagaimana seharusnya bunyi hujan??
Kau bersikeras bunyi hujan seperti dalam lagu yang sering kita nyanyikan kala kecil.

Tik..tik..tik..
Bunyi hujan diatas genting

Namun aku tak sepakat denganmu.
Karena saat hujan tiba dan mengenai helm-ku ia berbunyi.

Tok..tok...tokk..

Dan saat ia jatuh secara berjamaah mengenai tanah di depan rumah.
Ia lebih seperti desisaan atau dengkuran kucing yang kelelahan karena bermain seharian.

‘Tapi tik..tik..tik adalah suara hujan yang universal, semua orang pasti akan menaab seperti itu’ engkau bersungut-sungut.

‘Itu karena kita sudah dicekoki lagu itu sedari kecil’ aku tak mau kalah.

‘Terserah’ sebuah jawaban pamungkas yang membuatku terdiam.

Pasrah.

Ahh sudahlah, aku tak mau berdebat denganmu lagi.
Kau memang selalu bisa mematahkan teori-teoriku hanya dengan satu kata itu.
Aku tak peduli lagi dengan bunyi hujan.
Apakah itu tik..tikk..tikk atau tokk..tokk..tokk.. ataupun seperti dengkuran kucing.


Tags

Post a Comment

4Comments

  1. sudahlah .. biarkan saja. Makan mie sedap saja dulu ...

    ReplyDelete
  2. Sudahlah yang lalu biarlah berlalu ka😌

    ReplyDelete
  3. Bunyinya plethok plethok di atap rumahku

    ReplyDelete
  4. Berdebat itu asyik, bang.
    Apalagi berdebatnya dengan kesayangan. Eh.. Heehe

    ReplyDelete
Post a Comment