slider

Ulasan buku Babel karya R.F. Kuang

 


Robin Swift hanyalah anak laki-laki biasa yang diselamatkan dari wabah kolera di Kanton tahun 1829 oleh orang asing misterius. Setelah keluarganya meninggal, Robin sendirian dan putus asa hingga Professor Lovell, seorang profesor Inggris tanpa emosi, datang dengan batang perak ajaib yang memulihkan kesehatan Robin dengan ajaib. Professor Lovell memutuskan menjadi walinya, tetapi dengan syarat Robin harus belajar keras sebagai balasannya.

Robin yang menyukai membaca dan memiliki daya ingat luar biasa setuju pada syarat tersebut. Mengingat ia sudah tak memiliki apa-apa kala tu di Kanton, Robin akhirnya memilih ikut profesor Lovell daripada menggelandang di jalan-jalan kumuh Kanton yang dipenuhi penyakit dan bahaya kelaparan.

Robin gembira saat diberi buku-buku pengetahuan dan menerima pengajaran bahasa Yunani dan Latin dari guru-guru yang diberikan oleh Profesor. Setelah lima tahun Robin belajar secara home scholing untuk memperkuat bahsa-bahasa tersebut, Professor Lovell mengungkapkan bahwa Robin akan masuk jurusan penerjemahan di Universitas Oxford untuk mendalami ilmu penerjemahan.

Di Universitas Oxford, Robin menemukan sahabat-sahabat baru: Ramy, seorang Muslim dari Pakistan; Victoire, gadis cerdas asal Haiti dengan pandangan kritis; dan Letty, seorang perempuan Inggris yang kadang keras kepala namun sangat menyayangi sahabat-sahabatnya itu. Mereka disatukan oleh pengalaman sebagai mahasiswa dari latar belakang berbeda di tengah diskriminasi ras dan gender yang masih kuat di kota terdidik tersebut.

Suatu saat, persahabatan mereka diuji. Di antara pilihan untuk menikmati hidup sebagai mahasiswa Oxford yang penuh privilese, atau membantu gerakan bawah tanah untuk melawan imperium Inggris, mereka harus menentukan pilihan. Perjuangan mereka menyentuh isu imperialisme Inggris, yang mengancam negara asal Ramy, Robin, dan Victoire.

Fantasi & sejarah dalam karya RF Kuang berhasil menggabungkan elemen magis dengan kritik sosial tentang imperialisme dalam novel Babel ini.

Fantasi & History Fiction khas RF Kuang

RF Kuang selalu berhasil memadukan genre fantasi dengan historical fiction. Setelah berhasil memukau pembaca lewat trilogi Poppy War, yang menggambarkan perjuangan Tiongkok melawan penjajahan. Melalui karakter kuat bernama Fang Runin—seorang gadis dengan kekuatan mengendalikan api yang dapat meluluhlantakkan satu negara itu RF Kuang kembali menghadirkan karya baru berjudul Babel.

Babel mengangkat fantasi yang bertema “cipta perak.” yang mengagumkan Saya pribadi hampir percaya benda ini mungkin ada (yang artinya, saya termasuk mudah terpikat, haha!). Cipta perak dalam cerita ini adalah perpaduan antara teknologi, ilmu pengetahuan, dan sihir. Cara kerjanya adalah batang perak diukir menggunakan stilus khusus dengan kata-kata dalam dua bahasa berbeda. Dua frasa atau kata yang artinya sama tapi dapat saling menguatkan kemudian diaktifkan dengan cara diucapkan. Contohnya, Wuxing dalam bahasa Tiongkok berarti “tidak berwujud.” Kata ini terbentuk dari dua suku kata: Wu yang berarti negatif, tidak, atau tanpa, dan xing yang berarti rupa, bangun, atau bentuk. Saat diukir di batang perak, kata ini dapat menghasilkan efek tak terlihat atau tak terdeteksi bagi siapa saja yang menggunakannya.

Selain itu, batang perak juga berfungsi sebagai penguat: jika ada benda yang ingin diberi kecepatan lebih atau kekuatan lebih, batang perak ini dapat meningkatkan efeknya berkali-kali lipat. Namun, cipta perak juga punya kelemahan yang bisa dimanfaatkan oleh penerjemah. Batang perak tidak akan bereaksi jika diukir atau dimantrai oleh orang-orang yang tidak memahami makna kata yang digunakan. Kata-kata ini harus diucapkan dan ditulis oleh mereka yang benar-benar fasih—orang yang “bernapas dan berpikir” dengan bahasa tersebut. Efek dari batang perak pun tidak permanen; perlu diperiksa dan diperbaharui oleh penerjemah, mirip dengan mengganti baterai untuk menjaga dayanya.

Dalam Babel, RF Kuang mengangkat sejarah dengan menyoroti bagaimana Kekaisaran Inggris berusaha menguasai negara-negara jajahan. Salah satu bagian yang paling menarik adalah bagaimana Inggris menjual opium ke Tiongkok. Di negara mereka sendiri, opium dilarang karena mengandung narkotika, tapi mereka dengan sengaja menjualnya di Tiongkok untuk melemahkan masyarakat di sana. Ini menunjukkan kecerdasan manipulatif para penjajah dalam menciptakan ketergantungan dan kelemahan di negara-negara yang mereka kuasai. Hal ini sangat relevan untuk dipikirkan—seberapa jauh efek penjajahan masih kita rasakan sekarang?


Babel dan Poppy War Mungkinkah Satu timeline/Universe?

Nggak tau kenapa gw kepikiran kedua buku ini itu masih satu universe. Babel ini prekuel yang nggak lama banget juga dari timelinenya Poppy War. Jadi Babel ini menceritakan bagaimana perencanaan inggris buat menginvasi dan memerangi Tiongkok. Yang mana kalau di Poppy War udah Meletus tuh perang antara Tiongkok dengan Inggris. Mari kita lihat beberapa teori dan petunjuk yang mendukung kemungkinan ini:
 

1. Latar Sejarah: Pengaruh Imperialisme dan Kolonialisme

Salah satu tema utama dalam kedua karya RF Kuang adalah imperialisme. Dalam trilogi Poppy War, terutama di buku pertama, cerita berfokus pada Tiongkok (dalam cerita disebut sebagai Nikara) dan perjuangan mereka melawan kekuatan penjajah seperti Mugen (yang merepresentasikan Jepang). Sementara itu, Babel berlatar di Oxford, Inggris pada abad ke-19, di mana Robin dan teman-temannya menyaksikan bagaimana kekuasaan Inggris mempengaruhi negara-negara jajahannya, termasuk praktik-praktik tidak adil yang digunakan untuk melemahkan dan mengendalikan negara-negara di Asia dan sekitarnya.

Kedua cerita ini memiliki kesamaan dalam menggambarkan dampak buruk kolonialisme pada masyarakat yang dijajah, baik secara fisik, mental, maupun budaya. Bisa jadi RF Kuang mencoba menunjukkan bahwa dua kisah ini saling melengkapi dalam mengangkat tema penjajahan dan dampak imperialisme. Jika kedua cerita berada dalam timeline yang sama, bisa saja konflik antara Inggris dan negara-negara jajahannya di Babel nantinya akan berlanjut ke era Poppy War, di mana Tiongkok (atau Nikara) sedang berusaha bertahan melawan invasi luar.

2. Keberadaan Cipta Perak dan Sihir Shamanik

Elemen sihir dalam kedua karya ini juga menarik untuk diperbandingkan. Di Babel, Kuang menciptakan konsep "cipta perak," sebuah sihir berbasis bahasa yang memungkinkan pemakainya menghasilkan kekuatan magis dengan mengukir batang perak menggunakan dua kata dalam bahasa yang berbeda. Sihir ini menggunakan kekuatan linguistik dan pemahaman budaya sebagai dasarnya. Sementara itu, di Poppy War, sihir yang ditampilkan berupa kemampuan shamanik yang memungkinkan karakter utama, Rin, untuk memanggil dewa-dewa dan kekuatan spiritual yang besar—bahkan dengan kemampuan yang menghancurkan.

Teori yang menarik adalah bahwa cipta perak di Babel dan sihir shamanik di Poppy War mungkin saling berkaitan sebagai dua jenis kekuatan yang berasal dari sumber energi yang sama tetapi dipahami dan diakses secara berbeda. Cipta perak bisa jadi merupakan bentuk awal atau bahkan bentuk lain dari sihir shamanik yang dilihat di Poppy War. Dalam konteks timeline, mungkin saja sihir cipta perak ini telah menghilang atau dilupakan di masa Poppy War, atau mungkin sihir shamanik adalah cara yang lebih “primordial” dalam mengakses energi sihir tersebut tanpa memerlukan perangkat fisik seperti batang perak.

3. Karakter yang Memiliki Tujuan yang Sama

Dalam Babel, Robin Swift dan kawan-kawannya dihadapkan pada pilihan antara menikmati hidup sebagai mahasiswa di Universitas Oxford atau memperjuangkan kebebasan negara asal mereka dari cengkeraman kekaisaran Inggris. Robin yang berasal dari Kanton, bersama Ramy, Victoire, dan Letty, lambat laun menyadari betapa besarnya pengaruh kolonialisme terhadap kehidupan mereka dan negara mereka. Perjuangan mereka akhirnya membawa mereka pada gerakan pemberontakan melawan imperialisme.

Di sisi lain, Poppy War menghadirkan karakter Fang Runin (Rin) yang memiliki tujuan yang serupa, yaitu untuk membebaskan Nikara dari ancaman luar, khususnya penjajahan dan dominasi asing. Baik Robin maupun Rin adalah karakter yang merasa terpinggirkan dan terpaksa menghadapi kenyataan pahit akibat penjajahan. Ada kemungkinan bahwa Babel adalah cerita yang memulai perlawanan awal terhadap penjajahan, dan akhirnya perjuangan ini diteruskan oleh generasi-generasi selanjutnya yang diwakili oleh Rin di Poppy War.

4. Peninggalan Artefak dan Pengetahuan

Teori lain yang mendukung bahwa Babel dan Poppy War bisa berada dalam universe yang sama adalah kemungkinan adanya peninggalan artefak atau pengetahuan dari masa Babel yang bertahan hingga masa Poppy War. Misalnya, mungkin saja ada catatan atau petunjuk mengenai cipta perak yang masih bertahan di Tiongkok, atau bahkan bisa menjadi inspirasi bagi kemampuan shamanik yang muncul di era Rin. Jika Babel berlangsung beberapa dekade sebelum Poppy War, maka ada cukup waktu bagi elemen-elemen ini untuk diwariskan dan diadaptasi, meskipun dengan cara yang lebih tersembunyi atau rahasia.

5. Gaya Narasi dan Pengaruh Budaya

RF Kuang menggunakan pendekatan narasi yang menekankan budaya, bahasa, dan identitas dalam kedua karyanya. Baik Babel maupun Poppy War menampilkan bagaimana individu yang berbeda latar belakang budaya dapat bersatu untuk melawan ketidakadilan. Ini mungkin merupakan tanda bahwa RF Kuang ingin menyampaikan bahwa perjuangan melawan imperialisme dan upaya menjaga identitas budaya adalah tema berkelanjutan yang bisa dirasakan sepanjang sejarah, seolah-olah kedua cerita ini adalah potongan dari satu sejarah besar yang saling melengkapi.

Meskipun belum ada pernyataan resmi dari RF Kuang mengenai apakah Babel dan Poppy War benar-benar berada dalam universe yang sama, banyak elemen dalam kedua cerita yang mendukung teori ini. Mulai dari tema perjuangan melawan imperialisme, sihir yang berbasis bahasa dan budaya, hingga karakter-karakter yang terinspirasi untuk melawan penjajahan, semua menunjukkan keterkaitan yang kuat antara kedua dunia ini. Jika teori ini benar, maka Babel dan Poppy War bukan hanya dua kisah terpisah, tetapi bagian dari sejarah panjang perjuangan fiksi melawan ketidakadilan yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Bagi para penggemar, teori ini menambah kedalaman pengalaman membaca karya-karya RF Kuang. Mungkin saja RF Kuang memberikan kita “petunjuk-petunjuk tersembunyi” yang belum kita sadari sepenuhnya, dan kita hanya tinggal menunggu cerita-cerita selanjutnya yang akan semakin memperjelas koneksi antara kedua dunia ini.

Para Karakter


Hubungan antar karkternya hangat banget sih, persadaraan dan pertemanan antara Robin, Ramy, Letty dan Victoire yang saling melengkapi dan melindungi terasa adem banget. Terus ada hubungan saudara Ade Abang antara Robin dan Griffin yang bikin gemes!! Sumpah lah mereka itu susah banget akurnya, sekalinya akur bikin meleyot. Kedua saudara yang haus akan kasih sayang satu sama lain tapi harus menahan hal itu ditengah kecamuk perang yang akan Meletus di depan mereka. Dan mereka adalah garda terdepan yang mampu merubah dan mencegah itu.(Anak sekecil itu berkelahi dengan imperium..)

Diceritakan lewat POV orang ketiga bikin gw pribadi nggak bisa terlalu simpati atau masuk ke dalam salah satu tokoh itu, jadi kayak biasa aja nggak yang terlalu emosi menggebu-gebu saat konflik terjadi diantara para tokohnya.

Membaca Babel membuat kita mengerti betapa bahasa bisa menjadi senjata sekaligus harta yang tak ternilai harganya. Buku yang cocok untuk para pembaca.

Post a Comment

0 Comments