Yuganta - Prolog

MS Wijaya
0




(Sky - Saat Ini Juli 2017) 

Ku pejamkan kembali mata begitu membukanya, silau. Lampu dari neon putih begitu menyiksa mataku yang belum terbiasa dengan cahaya yang tiba-tiba terang benderang seperti ini. Seingatku aku sedang bersama Agni, seorang wanita paruh baya yang terlihat sangat frustasi. Aku bisa melihat dari matanya yang sembab dan rambut keriting sebahunya, yang berwarna kemerahan seperti rambut jagung. Aku bertemu di rumahnya yang tidak jauh dari alun-alun yogya. Kami sempat berbincang tentang hal yang membuatnya frustasi, bagi sebagian orang memang terlihat seperti anugrah namun bagi sebagian lain adalah kutukan. Kutukan bagi Agni, setelah aku mendengar ceritanya.

“Maafkan aku” bisik Agni lebih seperti bisikan dari pada percakapan, itu adalah hal yang terakhir aku ingat dari obrolan aku dan Agni kemarin. Agni menjebakku!!. Betapa bodohnya aku! Seharusnya aku mendengar apa yang dikatakan Ardhi dan Bayu untuk tidak pergi sendiri serta gegabah. Entahlah, mungkin karena aku mendengar suara Agni begitu terdengar meyakinkan saat ditelepon dan sebagai sesama perempuan sudah seharusnya saling membantu bukan?

Aku harus keluar dari sini, harus! Di sekelilingku, ruangan serba putih. Tempat tidur, bantal, kasur, seprai, meja kecil yang berada tepat disamping tempat tidur. Bahkan pakaianku yang saat ini kugunakan berwarna putih, hanya berupa daster gombrang rumah sakit. Sial kedua lenganku di borgol rupanya, bagaimana aku bisa melepaskan diri? 

Klik, tiba-tiba suara kunci pintu ruangan ini terbuka. Aku kembali memejamkan mataku, berpura-pura tidur. Aku beruntung berpura-pura tidur adalah salah satu keahlianku, aku bisa melihat jelas dengan mata sedikit terbuka yang hanya segaris ini. Aku melihat seorang wanita berwajah angkuh membawa map berjalan mendekati tempat tidurku, ia terlihat seperti seorang suster terlebih dengan suntikkan ditangannya kini. Itukah kunci borgolnya yang ia gantungkan dileher? Aku coba memperhatikan borgol dan kunci dilehernya. Ternyata sama, aku yakin itu kunci borgolnya.

Wanita itu membuka borgol yang ada di lengan kananku, untuk menyuntikkan cairan berwarna hijau itu. Ini kesempatanku, tapi belum sekarang. Aku menunggu waktu yang tepat untuk menyerangnya, tepat saat jarum suntik itu menembus kulitku dengan cepat aku menendang kepalanya dengan kaki kananku yang bebas. Suntikkan terlepas namun jarumnya masih menancap di lenganku rasanya benar-benar nyeri, kucabut perlahan jarum yang masih menancap, rasanya sangat nyeri. Leher suster itu kupiting dengan kedua kaki-ku. Sedangkan lengan kananku berusaha merebut kunci borgol yang masih menggantung dilehernya, begitu kuraih kunci dilehernya ia mengejang karena tarikanku yang kuat. ia mempertahankan kunci dari lehernya. Tapi aku lebih siap dari dirinya hingga aku berhasil merebutnya. Ia terbatuk-batuk memegangi lehernya, mukanya memerah karena kehabisan nafas.

Segera aku membuka borgol satunya dan berlari keluar ruangan, melewati lorong-lorong yang sepi, namun tidak untuk waktu yang lama. Sirine darurat berbunyi begitu aku keluar ruangan, sepertinya suster tadi berhasil memencet tombol darurat. Dari kejauhan aku bisa mendengar suara gedebuk langkah berat orang-orang berlari. Aku berusaha menjauhi langkah-langkah itu, berbalik arah saat mendengar langkah kaki semakin dekat. Lorong seperti tak ada habisnya, semacam di labirin aku tak tahu harus kemana! 

Jalur evakuasi tertulis di atas lorong, aku mengikuti panah petunjuk yang ada disekitar sana. Terus berlari hingga bertemu sebuah pintu exit, semoga saja benar-benar pintu keluar. Angin bergemuruh menyambutku yang merasa lega menemukan jalan keluar dari bangunan segi empat, bangunannya seperti rumah walet pada umumnya di buat lubang-lubang untuk keluar masuk walet, namun tidak dengan di dalamnya. Ilalang-ilalang menari-nari didepanku karena angin yang cukup kencang, andai saja tidak sedang dalam pengejaran pasti aku akan menikmati suasana seperti ini. Aku berlari menjauh gedung. Namun terlambat, pasukan hitam sudah ada didepan dan dibelakangku. Aku terkepung.

“Sudah saatnya Menyerah Sky!” ujar sebuah suara diantara pasukan hitam, aku mencari asal suara itu. Tiba-tiba keluar sosok yang sangat ku kenal diantara kerumunan pasukan hitam lengkap dengan tembakan laras panjangnya yang tengah mengelilingiku. Aku tercengang, melihat sosok itu, sekaligus tidak percaya.

“Tidak Akan!!” balasku garang, terbang sky! Ujarku dalam hati, sambil mengamil ancang-ancang untuk melompat. Tidak bisa!! Ada apa denganku? Aku mencoba lagi, tapi gagal.
“Percuma Sky, kau tadi sudah di suntikkan serum yang bisa menghilangkan kemampuanmu” ujarnya lagi bangga. Aku pasrah, badanku lemas tenagaku sudah terkuras. Apa memang sudah saatnya untuk menyerah?


Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)