"Assalamu'alaikum Nayla" sebuah suara berat yang sangat ku kenal menyapaku. Tidak mungkin, pasti aku sedang bermimpi. Dengan cepat aku mengangkat wajahku dari buku menu.
"Waalaikumsalam" jawabku cepat menyembunyikan kekagetanku. Rizki?? Ya Allah apa lagi ini?? Kenapa semua masa lalu ku hadir disaat yang bersamaan?? (yang belum Tahu Rizki siapa, bisa lihat Cerpen Senja Itu yah disini)
"Nggak nyangka ketemu, kamu disini. Kamu makin cantik pakai hijab Nay" ujarnya lagi, lalu duduk didepanku yanpa meminta izin yerlebih dahulu, kebiasaan lama. Wajahnya masih sama seperti dulu saat terakhir kali aku melihatnya di pelaminan dengan wanita lain. Eh tidak ia terlihat lebih dewasa dan semakin tampan malah.
"Tuan, ini Naylanya saya titip dulu ya saya lupa ngambil dot-nya ketinggalan di mobil" ujar wanita paruh baya yang tiba-tiba saja entah datang dari mana menyerahkan bayi perempuan mungil yang tengah terlelap ke tangan Rizki. Rizki dengan cekatan mengambil bayi itu dan menggendongnya dengan hati-hati. Tunggu, siapa tadi?? Nayla??? Anak itu diberi nama Nayla??
"Ini anak aku Nay, baru tiga bulan" ujarnya lagi sambil mengelus kepala putri kecilnya itu.
"Siapa namanya tadi? Nayla??"
"Iyya namanya Nayla. Persis nama kamu. Karena aku bingung mau kasih nama apa? Saat dia lahir cuma nama itu yang terpikirkan sama aku" ujarnya tanpa dosa. Bagaimana mungkin dia bisa memberikan nama itu?? Aku hanya diam, bingung mau mengatakan apa. Aku telah mengikhlaskannya dengan wanita itu siapa namanya?
"Kesha meninggal saat melahirkan Nayla" ujarnya lagi lirih. Aku melihat mata Rizki yang penuh kesedihan. Pasti ia benar-benar kehilangan.
"Aku turut berduka Riz, atas kepergian Kesha" kali ini benar-benar tidak ada kebencian dihatiku pada Rizki ataupun Kesha.
"Nay, aku minta maaf sudah menyakitimu...." Rizki terdengar sangat menyesal, ia berkata masih mencintaiku makanya ia menamakan anaknya Nayla Ardenia Putri seperti namaku. Ia mengatakan sebenarnya ia dipaksa untuk menikahi Kesha, ibunya mengancam akan bunuh diri kalau ia tak menikahinya.
Nayla kecil menggeliat dipelukan Rizki, terbangun dari tidurnya. Mata bulat dan bibirnya mirip seperti ayahnya. Ia menangis merengek berontak mungkin suara bising dari mesin pembuat kopi membangunkannya. Aku refleks mengambil Nayla kecil yang menangis dari tangan rizki. Maklum saja sejak kembali ke Jakarta aku tinggal dengan kakak yang sudah menikah dan mempunyai anak sehingga sering membantu merawat anak-anaknya. Dan anak-anak adalah penghibur yang baik saat itu. Aku menimang-nimang Nayla mencoba menenangkannya dan ajaibnya ia menjadi tenang lalu kembali memejamkan matanya. Rizki terlihat takjub saat melihatku dengan cekatan menenangkan putrinya itu. Senyumnya mengembang, senyuman gigi kelinci yang sangat kurindukan.
"Kamu sudah cocok jadi ibu Nay" ujar Rizki.
"Apaansih.." aku tahu pasti kedua pipiku pasti bersemu merah saat ini.
"Tuan, ini dotnya" wanita paruh baya itu kembali sambil menyerahkan dot untuk si kecil Nayla.
"Mbok tolong bawa Nayla dulu ya, saya ada perlu sebentar" pinta Rizki, wanita paruh baya itu hanya mengangguk lalu mengambil Nayla kecil dari gendonganku dan pergi kembali. Aku menyempatkan mencium pipi Nayla yang membuatku gemas, aku jatuh cinta pada anak itu.
"Nay, maukah kau menikah denganku?" tanya Rizki serius, bisa kulihat dari matanya. Ingatanku kembali ke senja itu, saat ia memintaku menikah dengannya tetapi akhirnya bukan aku yang berada di pelaminan bersamanya.
"Aaa..aku gak tau harus jawab apa Ki"
"Oke aku akan kasih kamu waktu untuk berpikir Nay. Aku tahu ini terlalu tiba-tiba tapi satu yang harus kamu tahu, aku nggak bisa nglupain kamu selama ini" ujarnya lagi sambil mencoba memegang tanganku namun aku lebih sigap menghindari tangannya.
"Maaf Ki, aku nggak bisa jawab sekarang" ia hanya mengangguk lalu pamit pergi. Bertahun-tahun aku berusaha melupakannya kini ia kembali lagi memberikan harapan yang sama. Ya Allah apakah ini memang jalanku untuk kembali bersama Rizki?? Laki-laki yang dulu selalu ada dalam doaku?? Tapi perasaan itu sudah pudar, bahkan rasanya sudah tak ada lagi rasa itu untuknya.
Joel, tiba-tiba wajahnya hadir dikepalaku. Kemana dia? Apa ia tak jadi menemuiku?? Aku melirik jam tangan yang melingkar di lengan kiriku sudah lebih dari satu jam aku menunggunya. Kepalaku terasa pening dan lelah, mungkin Joel hanya ingin mempermainkanku, atau ini balas dendam semata??
8 Comments
Dua pilihan. Beraaaaatttt. ( ̄∀ ̄)
ReplyDeleteEeh Kak NA belom tidurrr
Deleteceritanya sendu
ReplyDeleteiyya seperti langit yang kelabu
DeleteHappy ending nggak nantinya?
ReplyDeletekarena aku lagi baik, jadinya happy ending deh kayaknya..
DeletePenasaran nih. Cerita selanjutnya mana ya Mas Ian?
ReplyDeleteada deh ahahaha...
Delete