slider

Melati Pergi



      
          “Melati, kamu jadi pergi ke sekolah nduk?” Tanya Bunda dengan nada cemas.

          “Iya Bun, Melati bosen dikamar mulu, lagian melati udah agak baikkan kok!!” aku meyakinkan Bunda sambil memeluk Bunda dari belakang  yang tengah menyiapkan sarapan  pagi.

            “Boleh ya Bun?” pinta ku manja. 

            “Tapi sarapan dulu Mel!!”

         “Oke deh boss!!” aku langsung melahap nasi gorengku dengan cepat. Aku sudah tak sabar bertemu dengan sahabat-sahabatku disekolah, Segera saja aku mengeluarkan sepedaku dari bagasi lalu mulai menggoes sepeda penuh semangat, aku paling senang berangkat ke sekolah menggunakan sepeda, karena udara pagi Bandung yang segar sangat rugi jika dilewatkan. 

          “Melati Pagi!!” sapa sebuah suara yang tidak asing bagiku, itu Bella sahabat kecil-ku. Ia mensejajarkan laju sepedanya denganku seperti yang biasa kami lakukan setiap berangkat bersama.
            “Gimana udah baikan?”

          “Alhamdullilah Bel!!” selama perjalanan Bella bercerita tentang sekolah dan betapa kesepiannya ia tanpa aku. Tak terasa waktu sudah berjalan begitu cepat. Sehingga kini waktu merubah kita menjadi gadis-gadis cantik padahal rasanya baru kemarin aku dan Bella bermain disawah bersama. 

Berlari-larian, menangkap ikan di sungai, membantu ayah Belinda saat sedang panen padi, lalu setelah itu makan di saung di temani semilir angin yang menyejukkan. Kenangan yang sangat indah dan takkan bisa aku lupakan.  

         “MEL!!” teriak histeris suara koor kedua sahabatku, Clara dan Andin begitu melihatku sedang memarkirkan sepedaku lalu, mereka kontan memeluk ku dengan erat.

         “Mel kita kangen banget sama kamu!!” ujar Clara dan diikuti anggukan Andin.

       “Iya bayangkan udah dua bulan kamu nggak masuk kelas. Sehari saja tak bertemu, sewindu rasanya bagiku” lebay-nya Andin keluar. Huh kalau begini aku akan capai duluan mendengar ocehan kedua sahabat-ku yang cerewet ini
**********
Bel sekolah berdering nyaring, disambut teriakan para siswa-siswi yang telah penat dengan pelajaran-pelajaran yang membuat kepala terasa sangat pusing. Andin, Bellinda, dan Clara tidak dapat menemaniku pulang karena mereka ada latihan cheerleaders, untuk persiapan lomba cheerleaders sekota  bandung yang diadakan sebuah majalah remaja. Terpaksa aku pulang sendirian tapi mereka berjanji malam ini akan main ke rumahku. 

 Bunda pasti khawatir kalau aku pulang telat. Kulihat kanan-kiri tidak ada yang berubah masih sama seperti dulu. Naik sepeda memang is the best, tanpa polusi dan bikin tubuh kita sehat. Coba semua orang punya pemikiran yang sama dengan-ku pasti nggak bakalan ada global warming kaya sekarang, Go sepeda go!! He….he….he….!

“DORR!!” suara seperti ledakan mengagetkanku, membuat hormon  adrenalinku  memacu jantungku untuk berdetak lebih cepat. Sepedaku oleng. Ya Allah!! Sepedaku ban-nya meledak. Aku segera turun dari sepeda sebelum aku jatuh dari sepeda yang telah kehilangan keseimbangan-nya itu.

“Ya ampun tukang tambal ban masih jauh lagi!!” guman ku pelan

“Hey, ada yang bisa aku bantu??”  Tanya sebuah suara laki-laki yang datang menghampiri-ku, sepertinya ia mendengar suara ledakan tadi.

“Eh…. i, ini sepadaku bannya kayaknya pecah deh” jawab-ku gugup karena aku jarang berhadapan langsung dengan laki-laki, apalagi kalau diperhatikan dengan baik mukanya mirip Richard Kevin, itu lo yang jadi Adit di film Lost in love.

“Wah tukang tambal ban masih jauh di depan” ujarnya sambil menunjuk lurus ke depan, aku juga tau kalau itu gak perlu dikasih tahu batinku. 

“Gimana kalau aku anter kesana?” Ajaknya lalu menatap dalam ke mataku. Aku mengerutkan dahiku curiga.

“Aku nggak gigit kok” tambahnya lagi meyakinkan aku. Lalu aku mengangguk tanda setuju, Ia pun menuntun sepedaku dan kami berjalan beriringan.

“Oh iya, kenalin aku Dava” ia memperkenalkan dirinya.

“Melati” aku singkat.

“kamu sekolah di SMA 87 kan? Kok aku gak pernah liat? Anak baru ya?” Dava memberondongku dengan pertanyaannya yang aku sendiri bingung mau menjawab yang mana.

“Nggak kok, Cuma dua bulan ini aku sakit dan harus dirawat”

“Ooh” Dava hanya membulatkan bibirnya. Lalu aku terdiam  ia tampak sedang berpikir keras untuk memulai pembicaraan, aku tersenyum melihat expresi wajahnya yang sangat lucu.
 Lalu ia mulai menanyakan sesuatau tentang ku dan ia juga menceritakan tentang dirinya tanpa aku minta. Aku memang tipikal orang yang tidak suka bercerita, lebih tepatnya tidak dapat bercerita. 

Aku lebih suka mendengarkan cerita dari orang lain, maka dari itu ketiga sahabatku merasa sangat kehilangan aku selama dua bulan kemarin, karena biasanya aku-lah tempat mereka mencurahkan isi hati mereka dan aku baru akan mengomentarinya kalau mereka memintaku, karena kadang seseorang hanya butuh didengarkan tanpa harus di beri komentar.

            Sambil menunggu tukang tambal ban menyelesaikan sepedaku, Dava menceritakan kejadian-kajadian konyol yang sering ia alami.  Untungnya saat itu sepi pengunjung kalau ramai pasti kita akan menungu sangat lama disini dan pasti Bunda makin khawatir.

            “Mau aku anter sampai rumah?” Tanya Dava padaku sambil memberikan sepedaku yang telah selesai diperbaiki.

          “Nggak usah, aku bisa sendiri kok. Lagian aku udah banyak ngrepotin kamu”  tolakku. Ia hanya tersenyum tanda mengerti.

            “Makasih ya Va!!” aku berpamitan padanya.
**********
            “Mel kemaren kamu sama siapa di bengkel mang Ujang?” Tanya Clara begitu melihatku tiba dikelas.
            “Oh itu. Kok kamu tau?” aku malah balik bertanya dan memandang curiga pada Clara, jangan-jangan ia sengaja membuntutiku.

            “Kemaren gue mau balik ngambil seragam gue yang ketinggalan, eh nggak sengaja ngliat kamu berdua lagi ngobrol asyik banget, tapi gue gak tau siapa cowoknya soalnya dia ngadep ke belakang” jelas Clara

            “Katanya sih namanya Dava” jawab ku singkat.

            “WHATSS’Z??? Dava anak kelas bahasa itu?” Clara histeris nggak percaya. 

            “Nggak tau deh, dia cuma bilang namanya Dava” jawabku cuek.

            “Ya ampyun honey, bunny, sweety, kaya tweety. Masa loe gak tau sih ? secara gitu loh dia itu cakep banget. Beruntung banget kamu mel, bisa ngobrol sama dia!” Clara hebring  sendiri, membuat orang-orang yang berada dikelas langsung memandang kearah kami berdua.

“Mel!” tiba-tiba sebuah suara yang asing memanggil namaku. Otomatis aku menengok kearah suara itu. DAVA? Ngapain dia pagi-pagi didepan kelas aku? 

         “Gimana ban-nya nggak bocor lagi-kan?” Tanya nya sambil menghampiriku. Clara hampir pingsan karena melihat orang yang dari tadi dibicarakan ada di depan matanya.

           “Nggak kok” 

          “Abis pulang sekolah ada acara nggak? Kalau nggak ada, jalan bareng yuk?” Tanya-nya lagi dengan penuh harap. Aku melirik ke arah Clara, ia melotot tanda agar aku mengatakan nggak dan Oke sebagai jawaban yang dilontarkan Dava.

            “Nggak ada sih, tapi kayaknya aku nggak bisa pergi.” Jawabku membuat kecewa Clara atas
jawabanku yang tidak mengiyakan ajakan Dava.

            “Yaudah, gimana kalau aku main ke rumah kamu?” tanyanya lagi.

            “Terserah!” jawabku 

           “Thank’s ya, pulang sekolah bareng oke!” ujarnya sambil pergi meninggalkan aku. Kenapa aku nggak nolak? Aduhhh!!.
**********

            Sejak pertemuan karena insiden bocornya ban sepedaku itu sekarang aku dan Dava makin akrab, kini ia sering datang ke kelas dan ke rumah untuk menemuiku bahkan kadang ia menemani Ayah bermain catur dan aku hanya memperhatikan nya yang kadang melirik ke arahku. Dava aku tak tahu ini-kah yang namanya rasa sayang pada seseorang tapi, pantaskah aku mencintai seseorang? apalagi mencintai seorag Dava.
**********
            Pagi ini Dava sudah berada didepan pintu rumahku. Aku sudah menunggunya sejak usai shalat subuh tadi. Ia berencana mengajakku pergi ke suatu tempat yang katanya sih aku pasti suka. Aku bisa mendengar Dava sedang meminta izin pada Ayah dan Bunda. 

           Aku segera keluar begitu Bunda memanggil ku. Lalu aku dan Dava langsung pergi setelah pamitan dengan kedua Orang tuaku. Kami mengendarai motor dava. Untungnya aku memakai jaket wol ku yang cukup tebal sehingga aku tidak terlalu kedinginan karena pagi ini cukup dingin di Bandung.
           

          Sesampainya disana aku sangat terkejut melihat pohon melati yang diatur sangat rapih dan berbunga lebat ada di depan ku. Pemandangan yang sangat indah. Sebelum memasuki kebun melati ini hidungku pun telah mencium wangi melati yang telah menyatu dengan udara pagi yang segar. Aku senang bukan main, kami berdua menyusuri jalan setapak yang sengaja dibuat untuk para pengunjung lalu berfoto bersama. Setelah capai berjalan-jalan kami beristirahat di saung ditemani teh melati hangat dan gorengan. 

            “Mel, kok kamu suka bunga melati sih?” Tanya Dava tiba-tiba.

          “kenapa ya….?? Iya karena nama aku melati, masa namanya Melati sukanya sama mawar!” canda ku sambil tersenyum geli.

            “Woo! Narsiss!!!!” ujar Dava.

            “Nggak deng, karena melati itu walaupun kecil tapi dia harummmmm banget, dan melati itu cantik, kaya orangnya!!” jawabku lagi, kulihat Dava tersenyum sangat manis.

            “Emang sih  melati cantik!” akhirnya Dava mengakuinya membuat wajahku memerah.

            “Mel!!” panggilnya tiba-tiba, nadanya menjadi serius. Aku tatap matanya terlihat ada sesuatu yang ingin ia katakan padaku.

           “Jujur aku sayang kamu!” lanjut Dava, pernyataan itu membuatku tercekat kaget. 

           “Maksud kamu apa??” aku pura-pura tak mengerti, aku tak berani menatap matanya lagi.

           “Iya, jujur aku sayang banget sama kamu! Kalau perlu setelah ini aku akan bilang ke orang tua kamu langsung tentang perasaan aku ini” 

            “Nggak mungkin Va!” kilah ku.

         “Maksud kamu apa?” Dava jadi tak mengerti, ia melihat air bening kini telah membasahi pipiku.

            “Nggak boleh Va, kamu membuat kesalahan kalau kamu sayang sama aku! Aku ini…..” aku tak meneruskan karena aku tenggelam dalam isakku. Dava meremas tanganku berusaha menenangkanku, aku menarik tanganku.

            “Liat aku Va!!” isakku lalu membuka rambut palsuku yang sering ku gunakan untuk menutupi kepalaku yang botak akibat Kemotheraphy  yang malah menyiksaku. Dava terkejut melihat kepalaku yang tak ditumbuhi sehelai rambut-pun.

            “Ini baru permulaan dari akibat kanker yang aku idap, mungkin nggak akan lama lagi kanker ini akan membunuh aku Va!!” isakku makin menjadi. Dava memelukku erat seakan tak ingin melepaskan diriku. 
**********
            Benar saja kanker ini makin menggerogoti tubuhku, sekarang aku harus dirawat intensif dirumah sakit. Aku benci rumah sakit, bau karbol bagiku seperti bau kematian yang mengerikan. 

Dava hampir setiap hari menjengukku dirumah sakit  ia membawakan aku bunga melati yang dirangkai cantik lalu menggantungkan di jendela dan pintu kamarku, aku senang bau karbol yang biasanya kucium kini berubah menjadi wangi melati yang lembut. Ia selalu duduk disampingku menceritakan lelucon seperti yang sering ia lakukan kalau kita bertemu, dan membuat aku lemas karena terlalu banyak tertawa. 

Aku baru bisa merasakan betapa sedihnya seseorang yang sedang sekarat dan berada ditengah orang-orang yang dicintainya untuk sekedar menguatkan hatinya atau memberi semangat. Rasanya sangat menyakitkan, mengetahui detik-detik yang berganti akan membawanya pada kematian dan meninggal-kan semua orang yang dicintainya.

            Kondisiku makin hari semakin parah, aku lebih banyak berdzikir pada Allah dalam hati, karena sakit yang ku derita sangat menyiksa. Tubuh ku semakin lemah, dokter menyuruhku banyak beristirahat. Aku dan Dava makin jarang bertemu karena waktu jam besukku yang terbatas dan kadang saat ia tiba aku sedang tidur. Aku melihat ke cermin wajahku semakin pucat seperti tak dialiri oleh darah. Setelah minum obat suster Ella memberikanku secarik kertas yang ternyata isinya surat dari Dava.

Untuk  Melatiku  tersayang 

Mel, Dava tahu sampai sekarang kamu terus berjuang melawan penyakit kamu itu, Dava berharap kamu nggak pernah menyerah melawannya. 

Dava sedih melihat tubuh  kamu yang tiap hari makin mengurus, bagaimana kita bisa  main jungkat-jungkit lagi ditaman kota, Dava yakin kamu kalau kamu nggak nggemukkin  badan  kamu  lagi, pasti akan terus  ada  diatas, karena memang karena Dava berat dan kamu sekarang kurus. 

Dava janji kalau kamu sembuh kita akan pergi ke kebun melati lagi seperti waktu itu! Tapi kamu harus janji bakalan  sembuh ya!!

Semangat ya sayang, always love you and forever

                Air mataku terjatuh saat membaca surat Dava, aku nggak yakin bisa bertahan lebih lama lagi, aku udah nggak sanggup berharap dapat hidup lebih lama lagi, aku sayang kamu Dav, Bunda, ayah, Clara, Belinda, Andin dan semua orang yang mencintai aku.

            Setelah bernegosiasi dengan suster yang menjagaku akhirnya Dava diizinkan menemuiku, aku pura-pura tidur saat Ia datang, aku nggak mau dia melihat keadaanku yang menyedihkan ini. Aku dapat merasakan Dava meremas tanganku, mencium tanganku dan memperhatikan setiap perubahan yang terjadi padaku, aku mengintip dari balik mataku yang tak tertutup rapat, mata-nya cekung sepertinya ia banyak menangis. 

Air mata-nya jatuh ke pipiku saat ia membelai lembut rambutku, lalu ia pergi tak tahan ingin menangis sekencang yang ia bisa.

Untuk penyemangat hatiku..

Dava, kita kita memang tak pernah menyangka seperti apa jalan hidup yang digariskan tuhan untuk kita, kita sebagai makhluk ciptaannya hanya dapat menerima. 

Aku bersyukur masih dapat merasakan cinta yang tulus dari seorang laki-laki seperti dirimu sebelum aku pergi kembali pada pemilikku, dan tentunya memiliki kedua orang tuaku yang sangat memperhatikanku dan menyayangiku serta sahabat-sahabatku yang sangat mencintaiku. (salam ya untuk mereka semua  ^-^).

Jujur Va aku tak dapat bertahan lebih lama lagi karena sepertinya Tuhan tak sabar lagi ingin menemuiku, setiap malam  aku bermimpi malaikat bersayap dan bercahaya lembut mengajakku untuk bertemu dengan-Nya. Pagi ini aku bermimpi yang sama! Entah mengapa. 
\
Va aku mohon kemarin adalah air mata terakhir yang kau tumpahkan untukku, kuminta saat jasad-ku tak bernyawa lagi jangan kau meneteskan lagi air mata mu untuk itu.
Peluk dan cium selalu untukmu.... ^o^

Setelah selesai menuliskan surat untuk Dava aku menitipkan nya pada suster, tiba-tiba tubuhku terasa sangat lelah sekali, mataku berat lalu kupejamkan mataku! Malaikat itu datang lagi, kini ia membawa dua orang temannya yang tak kalah cantik. 

Mereka mengajakku ke langit ke tujuh dengan lembut dan tersenyum manis. Sentuhanya hangat dan menenangkanku jiwaku yang tengah galau dan gelisah. Dan aku mau mengikuti mereka, aku siap untuk menemui Tuhan.


Terima kasih Dava atas segala cinta yang engkau berikan untukku selama ini, maafkan aku yang tak dapat memenuhi janjiku untuk lebih lama bersamamu. Setelah sampai menemui Tuhan, aku akan memohon pada Tuhan agar suatu saat engkau dan aku dapat dipertemukan kembali. Sekali lagi terima kasih Va.

Post a Comment

7 Comments

  1. Hiks hiks..nggak bisa bayangin ditinggal pergi selama lamanya sama orang yang kita cintai Dan mencintai kita

    ReplyDelete
  2. Hiks hiks..nggak bisa bayangin ditinggal pergi selama lamanya sama orang yang kita cintai Dan mencintai kita

    ReplyDelete
  3. Haduh haduh... kok begini banget ceritanya bang. Lemes bacanya...

    ReplyDelete