(Ini Sekuel dari Cerpen sebelumnya yang "BROKEN ANGEL" silahkan klik disini untuk baca)
Panggilan telepon dari
Abe menyelamatkanku dari orang gila yang berusaha mendekatiku siapa tadi
namanya?? All…all ah entahlah bahkan aku tak mengiat namanya yang diucapkannya
baru saja.
Dengan cepat aku bangkit dari tempat duduk dan menjauh dari orang
aneh itu. Sebenarnya sejak dia duduk dihadapanku, aku sudah ingin kabur dari
hadapannya. Namun rasanya kurang sopan. Walaupun yang baru saja kulakukan
benar-benar tak sopan padanya dengan melenggang pergi begitu saja tanpa pamit
untuk menerima telpon Abe.
“Aku sudah di depan rumah Tiara.” ujar Abe singkat.
Aku menengok
keluar jendela dan mendapati dirinya melambaikan tangannya diluar gerbang. Aku
tersenyum dan memintanya menunggu sebentar. Aku berjalan kearah Tiara dan pamit
untuk pulang, Padahal acara puncak belum dilaksanakan, tapi aku punya acara
lain dengan Abe. Fitting baju pengantin yang dijadwalkan hari ini, jika
dibatalkan harus menunggu seminggu lagi. Sedang musim kawin kalau kata orang-orang.
“Hai sayang kamu keliatan cantik seperti biasanya.” rayu Abe
yang selalu membuatku merona, ia mencium keningku lembut dan menuntunku masuk
ke mobilnya layaknya seorang ratu.
“Bagaimana Tuan Putri kita langsung kesana atau makan malam
dulu?.” Tanyanya begitu menyalakan mesin mobil dan dengan cepat memasuki jalan
besar.
“Langsung kesana ya, aku nggak mau nanti bajunya jadi nggak
muat gara-gara kamu jejalin aku dengan makanan yang kamu pesan” aku memicingkan
mataku curiga, dia akan mengajakku pergi makan ke tempat kesuakaanku dan dietku
gagal besar.
Terakhir kali dia mengajakku makan membuat berat badanku naik
setengah kilo dalam satu malam saja. Dia malah tergelak tertawa sendiri, sepertinya
cukup puas membuatku kesal. Aku sudah berdiet mati-matian bulan ini untuk
menggunakan gaun pengantin impianku itu dan Abe tidak boleh menghancurkan
impianku memakainya dihari istimewaku itu. Aku tahu Abe lebih menyukaiku yang
lebih berisi katanya dari pada yang sekarang. Dia selalu mengatakan nanti
sehabis lahiranpun perutmu akan besar juga apalagi saat hamil. Entah itu
penghinaan atau pujian namun aku selalu menanggapinya dengan menjewer
jambangnya yang keriting itu sampai dia memohon untuk dilepaskan.
*****
Mikham tane ghashangeto
To baghalam begiram
(Ingin kudekap Tubuh
indahmu)
Begam ageh nabashi
(Dan katakan jika kau
tak di sini)
Karam tamoomeo, Bedooneh
to mimiram
(Tak bisa kulanjutkan
hidup, Aku kan mati tanpamu)
Mikham labato roo labam
Bezary ta hamisheh
(Ingin kukecupBibir
indahmu itu)
Begam keh zendegy digeh
(Dan kan kukatakan
selamanya)
Bedooneh to nemisheh
(Bahwa tak bisa kutanggung
hidup tanpamu)
Air mata yang kutahan
sejak tadi akhirnya keluar jua, membuat sungai kecil membelah kedua pipiku. Dengan lembut ia mencium kedua lenganku bergantian
lalu keningku. Mengingatkanku pada Abe, tapi bukan Abe yang ada dihadapanku. Bukan
Abe yang menyatakan ijab Kabul kepada Ayahku.
Bukan laki-laki dihadapanku ini
seharusnya yang menikahiku. Air mata ini, air mata ini bukan air mata bahagia.
Namun air mata yang keluar karena jeritan hati yang terus merintih. Aku ingin
Abe-ku kembali aku ingin dia yang menjadi suamiku saat ini. Yang mengesahkanku
dalam ikatan suci yang seharusnya terjadi.
Kenapa aku tak ikut mati dalam kecelakaan malam itu? mati
bersama dengan Abe? Aku benar-benar tak punya keinginan hidup lagi setelah Abe
tiada. Aku ingin ikut bersamanya, aku ingin ikut kekal bersamanya didalam
kematian. Aku tak ingin hidup tanpanya. Aku menerima pinangan laki-laki ini
karena merasa iba dengan kedua orang tuaku yang tampaknya frustasi setelah
melihatku tak mempunyai semangat hidup lagi. Aku tak ingin mengecewakan mereka,
walaupun sebenarnya aku lebih memilih mati dari pada melakukan ini. Aku tidak
akan pernah bisa mencintai laki-laki ini, tak akan pernah!
*****
“DIAMM!!” teriakku kepada bayi mungil yang masih merah itu,
aku benar-benar tidak tahan dengan suara rengekannya. Suaranya begitu memekakan
telingaku. Entah mengapa aku begitu membencinya, bukankah anak itu adalah darah
dagingku sendiri?? tapi aku benar-benar tak menginginkannya aku tak ingin. Mengingat
bukan Abe yang menjadi ayahnya, tapi laki-laki aneh itu yang kini menjadi
suamiku saat ini.
“Sayang, tenang biar
aku yang menidurkan Aldi.” Bisik Ali tergopoh-gopoh menghampiriku.
Dengan kesal aku kembali ke kamarku menutup wajahku dengan bantal, meraung
dalam hati lagi. Memohon agar hidup ini segera berakhir. Aku belum bisa
menerima semua ini, sampai kapan aku akan membenci semua orang seperti ini?
Sampai kapan?? Tangan hangat Ali memelukku lembut, namun aku menepisnya. Aku membalikkan
tubuhku sehingga kini aku memunggunginya. Mengapa aku melakukan itu? bukankah
ia suamiku? tentu dia berhak atas diriku, Seandainya keadaannya berbeda, mungkin aku akan membalas
pelukannya. Merasakan kenyaman dan kehangatan di dadanya.
*****
Kuambil kotak kayu berukuran dua puluh senti itu dari laci
bawah meja rias, disana tempatku menyimpan semua kenangan tentangnya, kalung liontin berwarna
perak berbentuk hati surat-surat kecil yang ditulisnya dan foto-foto kenangan
kami berdua. Abe aku sangat merindukanmu
bisikku lirih aku kembali bersimpuh dilantai sambil memeluk fotonya. Dapat
kurasakan dirinya berada disisiku, memelukku dengan penuh kehangatan dan
kerinduan.
Tiba-tiba tangan mungil yang hangat menyentuh pipiku,
menghapus air mataku menyadarkanku untuk kembali ke realita. Bahwa Abe telah
tiada!!
“mama..mamma.” panggil Aldi, anakku lalu meletakkan pipinya
ke pipiku, seakan ia tahu kesedihanku. Ia belum genap satu tahun tapi sudah
mengucapkan dengan jelas kata mama. Entah mengapa ada kedamaian saat kulit kami
saling bersentuhan. Bisa kurasakan denyut jantung kecil milik Aldi dan wangi
minyak telon menghambur ke hidungku.
Kupandangi wajah kecil dihadapanku itu. Matanya
mirip denganku mata coklat keabuan, aku bisa melihat diriku di dirinya. Senyum itu,
senyum milik Ali yang senantiasa dengan sabar mengurusku. Memberikan senyum
terbaiknya disetiap pagi saat ku membuka mata. Ia tak pernah mengeluh tentang
keacuhanku terhadapnya, terhadap Aldi. Ia tak pernah menyesal telah menikahi
wanita putus asa yang tak menginginkannya sama sekali. Mengapa hatiku tak
melembut setelah segala kebaikan yang ada pada dirinya untukku, untuk
keluargaku? Laki-laki gila yang dulu mendekatiku di pesta ulang tahun Tiara.
Aku bangun dari tempatku dan memeluk Aldi dengan erat, Memeluk
darah dagingku yang dulu ingin ku enyahkan. Maafkan aku, maafkan aku Aldi-ku
sayang, maafkan ibumu yang telah mengabaikanmu. Ibu berjanji tak akan
mengabaikanmu lagi, dan ayahmu. Bisa kulihat Ali tersenyum didepan pintu
melihat aku dan Aldi berpelukan. Aku membalas senyumnya dan berbisik terimakasih untuk segalanya.
This was just meant to
be
(Memang sudah
ditakdirkan begini)
To nistio ta abad
(Kini kau tak di sini)
Bito delam migireh
(Aku akan menderita
selamanya)
Amma zamooneh migeh
(Tapi takdir tlah
terjadi)
Keh digeh kheili direh
(Terlambat sudah kini)
Inspired from Song Pure Love and Broken Angel by Arash Feat Helena
7 Comments
Butuh waktu... Ali sabar bgt yah.
ReplyDeleteAlhamdulillah kesabaran pasti mendapatkan hasil asal mau menunggu
DeleteMantap... Kayaknya udah pantas menikah nih, udah bisa ngerasain bahwa anak adalah segalanya... Hasssssssseeeek....
ReplyDeleteAhahaha Insya Allah Bang
DeletePure Love itu lagunya Arash juga ya bang?
ReplyDeleteIyya Kak sas
DeleteWihhh pass! Saya tadinya ragu dengan tulisan saya, bener ini songlit? Tulisan mas tian mencerahkan...
ReplyDelete