Sebentar lagi hujan, ujarmu dari jok belakang. Aku tak menjawab, hanya sekilas melihat langit diatasku.
Awan hitam menggumpal diatas sana, menyembunyikan kerlip bintang.
Aku langsung teringat jas hujan dibawah jokku. Hanya ada satu.
Harus ada yang berkorban hujan-hujanan kali ini.
Benar saja, tak lama setelah perkataanmu bulir-bulir tetesan hujan sebesar biji jagung turun bersamaan. Memerangkap kita dalam jeruji bayu.
Kita menepi dibahu jalan. Membuka jok motor dan mengambil jas hujan yang selalu tersimpan didalam. Engkau berteriak kegirangan saat butiran air langit mulai merembasi pakaianmu juga pakaianku.
Kau merebut jas hujan itu dariku. Kembali memasukkannya ke dalam jok.
"Apa kau sudah gila??" ujarku kaget sambil menggigil. Hujan semakin deras, sukses membuatku basah kuyup dalam hitungan detik.
Kau malah tertawa girang, layaknya balita yang baru mengenal hujan.
"Kita main ujan-ujanan yukk" ujarmu 'tak menggubrisku. Mengambil secara paksa sepatuku dan langsung duduk di jok belakang. Aihh lalu buat apa kita tadi menepi???
****
Sudah berapa lama kita tak main hujan bersama?
Semakin dewasa kita terlalu banyak takut oleh sesuatu. Termasuk hujan, kita begitu takut olehnya. Padahal mereka hanya ingin menyambutmu. Atau mengucapkan salam perpisahan di pada bulan april yang basah.
Semakin dewasa kita semakin lupa caranya untuk bahagia. Bahagia itu sederhana kala itu, begitupun seharusnya kini. Jadi biarkan aku kini membimbingmu menjadi bocah cilik yang polos nan lugu kembali.
Kuambil sepatu kulit yang baru saja kau beli seminggu yang lalu. Biarkan kaki telanjangmu bertemu aspal yang basah. Kau tak protes, malah membiarkanku melakukannya.
Kusimpan sepatuku dan sepatumu dalam plastik besar. Kudekap kantong pelastik itu dan menunggumu di jok belakang. Dengan ragu akhirnya kau maju dan mulai menjalankan motormu.
Menyapu jalanan ibu kota yang padat merayap karena hujan deras melanda. Kita berteriak macam kesurupan ketika Kaki telanjang kita terkena banjian air aspal jalan. Membelahnya hingga menciprat kemana-mana. Ada sensasi geli dan bahagia.
Tak peduli pengendara motor dibelakang kita yang menatap tak suka. Atau pengendara mobil yang menganga melihat tingkah laku kita.
Ini indah bukan?? tanyaku, tapi kau tak menjawab. Aku tahu kau mendengarnya, hanya saja kau sedang menikmati kebahagiaan sejati karena hujan dimalam hari.
Kembali kemasa kecil dalam sekejap meninggalkan masalah-masalah yang kian menggerogoti.
Lihat, lihatlah kebawahmu. Pendaran lampu kendaraan diaspal begitu mengagumkan.
Cahaya berwarna putih, orange, merah, Kuning dan sesekali hijau. Menambah romantisnya suasana.
Coba tengok ketiang lampu jalan. Percikkan hujan nampak seperti salju yang takan pernah turun dari langit Jakarta.
Coba rasakan bahagia yang sudah lama tak singgah didalam dada.
Lepaskan.
Bebaskan.
Biarkan setiap tetesan hujan membimbingmu menemukan arti ceria tanpa harus menutupi luka.
#ceria
27 April 2017
Catatan anak manusia yang suka berdialog dengan dirinya sendiri
8 Comments
Sweet moment when the rain fall.
ReplyDeleteSukaaa... Iyan, ini beda sama tulisanmu kebanyakan yg kesannya serba ingin buru2
ReplyDeleteYang ini tenang, ngalir, dari hati. Pesannya sampe
Sukaaa... Iyan, ini beda sama tulisanmu kebanyakan yg kesannya serba ingin buru2
ReplyDeleteYang ini tenang, ngalir, dari hati. Pesannya sampe
I love raining
ReplyDeleteJangan-jangan itu kisah beneran bersama bayangan? heuheu...
ReplyDeleteWuihhh ...
ReplyDelete"Gile lu, Ndro!" Kata Om Kasino.
Aihhh jadi ingat kemarin, qt terpisah krn hujan.. wkwkwk kopdar ODOP djakarte
ReplyDeletehahaha iyya mak,
Delete