“Nuy, Bantuin syutingin live
bunuh diri aku ya” Ujarmu begitu saja. Polos, semudah mengatakan ‘nuy kita main
yuk’. Aku teringat setengah tahun yang lalu kau pernah mengatakan hal yang sama
persis seperti itu, melalui telepon juga
***
“Aku mau bunuh diri Nuy”’. Ujarmu
kala itu begitu nelangsa. Jelas aku langsung kelabakan dan panik seketika. Aku
bingung, harus bagaimana? Menghampiri dirimu saja membutuhkan waktu yang lama
jarak Jakarta-yogya. Kalau aku mengebut sekalipun akan membutuhkan waktu
sekitar delapan jam. Aku gempor dan kau mungkin sudah pulang ke Rahmatullah.
Innalillahi sudah, naik kereta-pun sama saja!
Naik pesawat memang hanya satu
jam, tapi apakah menjamin kau masih tetap hidup? Jika pilihanmu menggantung
diri butuh waktu beberapa menit kau akan mati. Sel – sel otak akan mati dan
berhenti bekerja setelah beberapa menit karena tidak ada pasokan oksigen, lalu
kau akan merasa sesak napas, mata akan terasa ada yang menekan dan wajah akan
membiru tanda kekurangan oksigen. Sejatinya kau akan menderita selama sekitar 5
sampai 15 menit. Lima belas menit cukup untuk menghabiskan nyawamu. Mungkin kala
itu aku sedang menunggu check-in di bandara.
Jika kau pilih menenggak racun,
bisa sepuluh menit lebih cepat. Karena zat-zat racunnya akan membuat lambungmu iritasi
dan mengalami luka. Sehingga Mulutmu akan mengeluarkan busa kemerah-merahan,
karena lambung luka dan mengeluarkan darah. Sulit membayangkan sendiri
bagaimana sakitnya dan menderitanya cara ini.
Jika pilihanmu menyayat urat nadi
dengan pisau lima menit cukup untuk menguras darahmu keluar. Tapi bagaimana pula
aku tahu jalan yang akan kau pilih untuk bunuh diri? Seharusnya ada layanan 911
seperti di Amerika sana, layanan telephon darurat yang akan bertindak cepat
jika dibutuhkan. Tapi di Indonesia belum ada, serta merta aku mengutuki
pemerintah Indonesia yang tak tanggap dengan tak menyediakan layanan seperti
itu.
“Lah kenapa emang Nan?” aku hanya
bisa berkata itu.
“Gue capek aja Nuy, hidup gue ini
berat. Masalah ada aja, pokoknya gue capek ngjalanin hidup gue! Enak kali ya
mati, udah nggak ada beban.” Jawabmu nelangsa. Aku tak tahu persis bagaimana
hidup mu Nan, bahkan kita belum pernah bertemu secara langsung, hanya sering
terlibat chatting di grup dan lama-kelamaan menjadi chat pribadi karena kita
memiliki kesamaan menyukai novel yang sama.
Aku hanya bisa pasrah tak mau
berkelakar terlalu banyak tentang larangan bunuh diri, toh sudah dewasa pula
kita, kau tahu apa yang kau mau. Kalau seperti itu maumu, silahkan saja. Malam itu
aku hanya mendengar keluh kesahmu hingga kau mematikan teleponmu karena lelah
sejak tadi berbicara. Esoknya kau menelponku kembali, dengan nada riang. Seperti
tidak pernah terjadi percakapan seperti semalam.
***
“Tadi di ondespot ada tujuh
tempat yang populer buat bunuh diri loh Nan” jawabku.
“Tolong bikinin listnya Nuy.”
“Tapi di luar negeri semua Nan,
Gausah jauh-jauhlah sini ke Jakarta. Lompat dari Monas aja, sekalian kan pamit
sama gue”
“Itu juga jauh kali Nuy. Pakai
naik kereta dulu. Duh..pas duduk dikereta ditanyain, ‘neng, mau ngapain ke
jakarta?’. ‘mau bunuh diri bu’ elah gak lucu banget kan Nuy” ujarmu sebal. Aku tergelak.
“yaudah loncat aja dari candi
borobudur” balasku menahan tawa.
“Itu juga modal bensin Nuy, aku
nyelup di ember berpasir aja laya”
“loe mau bunuh diri aja banyak
kalkulasinya ya Nan”
“Loh yaiyalah, mau mati aja
modal. Mending idup yak kalo sama bermodalnya. Yaudah ahh aku mau tidur dulu
Nuy” ujarmu menyudahi percakapan. Aku masih tertawa geli, dasar orang gila!
7 Comments
Orang gilanya keren; cermat kalkulasinya😁
ReplyDeletehahaha iyyaa
DeleteHei hei..pemeran utamanya diganti nama dan diganti tempat asalnya coba. Suramadu kurang kece mas tian? Ih syedih 😶
ReplyDeleteentar bayar royaltinya mahal kalo semuanya sama fil :D
DeleteAhahaha mau bunuh diri juga butuh modal euy wkwk
ReplyDeletejadi intinya, bunuh diri itu perlu modal juga ya mas. tapi jangan lah . lebih baik hidup mengisi modal untuk akhirat. :). jangan sia siakan nyawa .
ReplyDeleteeh template baru lagi mas?
Iyya nyoba template baru nih heheh
Delete