Pertama tahu film ini,
karena teman gue minta tolong download-in ini film. Cuma karena belum
kesampaian untuk ngasih ini film, jadinya gue tonton dululah.Walaupun judulnya
koran, ini bukan mengisahkan tentang koran kok. Cius deh!! Koran disini adalah
AL-Quran. Ini film dokumenter kedua yang gue tonton sampai tuntas alias nggak
pakai ngantuk dan bosen di tengah jalan. Jadi film ini menceritakan tiga anak
masih berumur sepuluh tahun yang mengikuti lomba hafalan Al-Qur’an skala
International di Arab sana, sekitar 70 negara hadir dalam perlombaan tersebut,
mereka berusia antara 7 – 20 tahun. Dan acara itu memang di adakan setiap
tahunnya. Disini diceritakan tiga hafidz termuda diantara peserta lainnya yaitu
Saidov Nabiollah Muhammad dari Tajikistan;
Rifdha Muhammad Rasyid dari Maladewa
(atau biasa kita sebut Maldive); dan Djamil dari Senegal.
Ketiganya adalah mutiara yang kini tersebar di permukaan bumi yang memiliki
kesamaan, antara lain:
- Sama-sama berusia 10 tahun dan sama-sama telah hafal Al-Qur’an 30 juz;
- Sama-sama tidak bisa berbicara bahasa arab;
- Jarak tempat tinggal ketiganya terpisah ribuan kilometer, namun mereka mempelajari Al-Qur’an yang sama.
Perjuangan mereka mengikuti kompetisi ini terekam
dengan baik. Mereka hanya anak-anak biasa namun dengan kemauan luar biasa.
Bagaimana keseharian mereka, hingga latar belakang mereka.
Nabiollah adalah
favorit banget disini, bacaannya merdu banget sampai merasuk ke jiwa saat
nonton. Pas dia bacain beberapa ayatpun gue sempet nangis karena tersentuh
saking merdunya bacaan Nabiollah. Lain halnya dengan Rifdah, seorang anak
perempuan yang bercita-cita menjadi peneliti ini kelihatan gugup saat maju
mengikuti lomba. Beruntung ia bisa meneruskan penggalan-penggalan ayat yang di
bcakan di komputer. Walaupun ada yang salah, karena seperti yang kita tahu di
AL-Quran ada beberapa ayat yang hampir sama. Negara asal Rifdah yang kita tahu
adalah tempat wisata para aktor-aktris kelas hollywood, nggak nyangka ternyata
masyarakatnya banyak yang muslim.
Lain lagi dengan
Djamil, gue iba banget sama ini bocah. Karena kesulitan ekonomi Djamil saat
mengikuti lomba ini nggak di dampingi keluarganya satupun, nggak seperti
Nabiollah dan Rifdah yang di temani bapaknya. Udah gitu pas Djamil mau nelpon
ke rumahpun sinyalnya jelek banget, sampai suara ibunya yang di rumah nggak
kedengeran. Sedih deh pokoknya jadi Djamil, hal itu pula lah yang membuat
Djamil nggak konsentrasi saat mengikuti lomba dan dia harus gugur. Bayangin aja
anak umur 10 tahun, mengitari hampir separuh bumi sendirian tanpa orang yang ia
kenal.
Greg Baker seorang yang
membuat film ini ternyata seorang non-muslim, acungin jempol deh buat Om Greg,
karena berhasil mengulas pespektif yang berbeda diantaranya;
1.
Al-Quran sebagai mukjizat, terbukti
dengan mudah dihafalkan sehingga terpelihara sepanjang masa.
2.
Siapapun bisa menghafal, walaupun orang
itu tidak bisa berbahasa arab. Kita lihat contohnya dari ketiga anak kecil
berumur 10 tahun tersebut. Bahkan banyak nak-anak di Indonesia yang bisa
melakukan itu, contohnya Heru Rojak yang juara satu se-ASIA Pasifik.
Pokoknya untuk orang
tua, ataupun pemuda sangat di rekomendasikan untuk menonton film Koran by heart
ini. Selain untuk memotivasi anak, juga memotivasi diri. Anak kecil aja bisa,
kenapa kita ngak bisa yakan?? Filmnya bisa kok di tonton di youtube, subtittle
Indonesiapun sudah ada.
3 Comments
terkadang, orang barat membuat film tentang kitab kita, karena mereka penasaran. kenapa dan ada apa didalamnya?
ReplyDeletebahkan mereka yang membuatmu terkadang mendapat hidayah. melalui cara yang unik dari sang rabb
Keren banget. Kalah...kalah..kalah
ReplyDeleteKeren banget. Kalah...kalah..kalah
ReplyDelete