Seminggu yang lalu dapat kiriman lima buku karya Okky Madasari dari seorang teman. Bukan dikasih loh ya, tapi dipinjemin. Tapi gue berharap dia sih peka, dan langsung WA gue setelah baca tulisan gue ini dan bilang 'Oh yaudah bukunya ambil aja buat lu semua' #ohhookksss #kodekeraz #langsungdihapusdaripertemanan
Tapi temean gue itu emang baik banget sumpah. Gue pinjem satu, malah dikiriminnya lima. Ngselin banget kan, bikin PR banget buat gue baca buku. Apalagi ongkos kirimnya kan nanti jadi diitung dua kilo‚ kalau gue kirim balik. #gaktaudiri
Pokoknya I Love You So Much lah, you a da best. Back to the book of Maryam by Okky Madasari. Buku ini penuh emosi banget sih menurut gue. Thats good dan menggelitik rasa kemanusiaan gue ini.
Berkisah tentang Maryam, seorang anak yang kebetulan dilahirkan sebagai anak Ahmadiyah (Ahmadi) di daerah Lombok. Dalam kungkungan hidup sebagai anak Ahmadi, yang beribadah dan melakukan pengajian di tempat-tempat khusus. Anyway gue gak mau bahas apa itu Ahmadi ya disini. Orangtua Maryam-pun mengharapkan dengan sangat kelak Maryam menikah dengan orang dalam, alias sesama orang-orang Ahmadi. Tapi apa mau dikata, Maryam yang sudah tidak tinggal dengan orangtuanya karena berkuliah di Surabaya. Mulai lelah dengan lebelnya yang dianggap sesat.
Apalagi saat ia sudah pindah ke Jakarta setelah lulus kuliah, ia bekerja di sebuah Bank yang terkenal. Dan pertemuannya dengan Alam. Laki-laki Jakarta yang membuatnya jatuh cinta. Semakin yakin ia hanya ingin melepas label itu. Ia akhirnya memutuskan untuk menikah dengan Alam. Walau tanpa dihadiri oleh orangtuanya. Namun kehidupan pernikahannya dengan Alam tidak berjalan dengan baik. Ia tertekan oleh sindiran-sindiran halus yang sering di lontarkan ibu mertuanya tentang keimananya yang dahulu. Ia sering dianggap sesat, padahal selama ini ia sudah mengikuti apa yang diminta Alam. Beribadah mengikuti seperti apa yang mereka lakukan, bahkan ia sudah ridak bertemu lagi dengan orang-orang Ahmadi yang ia kenal.
Tapi tetap saja, sindiran dari lidah mertuanya yang gatal itu belum berhenti. Sampai pada suatu hari ia meminta Alam untuk pindah dari sana. Tapi tak digubris, karena Alam adalah tipe anak Mami yang dekat dengan ibunya. Semua keputusan harus berdasarkan ibunya. Sekalinya dia menolak kemauan ibunya, si Ibu malah sakit dan Alam merasa bersalah banget dan balik menuruti kemauan ibunya.
Karena harapan telah sirna kepada suaminya itu, ia akhirnya meminta cerai. Setelah perceraian itu, Maryam kembali ke Lombok. Ia berniat menemui orangtuanya, seandainya ia masih diterima di keluarganya itu. Ia tak berharap banyak, apalagi ia sudah lama meninggalkan keluarganya setelah pernikahannya dengan Alam.
Ia tak pernah menelpon, apalagi orangtuanya yang setiap menelpon tidak pernah ia gubris. Hingga akhirnya mereka menyerah dan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan Maryam.
Namun saat ia kembali ke kampung halamannya, ia kaget #eh_ayam_eh_ayam… (Bukan gitu juga kali kagetnya, itu mah latahnya anak alay). Dia kaget karena mendapat perlakuan buruk dari warga kampungnya sendiri. Mungkin warga kampungnya menganggap ia anak durhaka, karena meninggalkan orangtuanya begitu saja.
Tapi ternyata perlakuan buruk itu bukan karena itu. Ia datang ke rumah orangtuanya, tapi tak lagi di jumpai orangtuanya disana. Ia hanya menjumpai mantan pekerja ayahnya yang mengurus rumahnya. Lalu mendapat kebenarannya, bahwa keluarganya sudah tidak tinggal di rumah itu lagi. Dia pun tidak tahu kemana keluarganya pindah. Belum lagi kepindahan keluarganya bukan karena memang mau pindah, tapi karena diusir oleh warga.
Diusir karena mereka berbeda, karena mereka keluarga Ahmadi. Angrybird-lah Maryam dengar cerita dari mantan karywan ayahnya itu. Akhirnya Maryam pergi ke masjid tempat biasa ia dan keluarganya shalat. Disana ia menemui orang yang tahu dimana keluarganya berada sekarang. Diceritakan pulalah bagaimana keluarganya dan keluarga-keluarga Ahmadi lainnya mengungsibdi tempat ini kala itu. Tidur saling berdesakan seperti ikan sarden, makan kurang karena harus berbagi dengan yang lain, mandi pun harus mengantri.
Ia pun pergi ke pinggir kota Mataram, tempat keluarganya tinggal sekarang. Awalnya ia takud (pake D coba) tapi setelah bertemu dengan adik dan ibunya ia malah merasa lega karena diterima dengan hangat. Kepulangannya ke runah membuatnya betah berlama-lama di Lombok. Bahkan ia memutuskan untuk menetap di Lombok dan meninggalkan pekerjaannya di Jakarta. Ia ingin menghapus kenangan lama dan lara bersama Alam disana.
Lewat bukunya Maryam, Okky Madasari berhasil membawa pembacanya (termasuk gue) merasakan kepedihan yang dirasakan Maryam. Yang membuat gue berpikir, kok bisa ya manusia begitu kejamnya? Apakah orang-orang seperti mereka itu sudah sesuci itu? Sampai bisa bilang orang lain kafir. Bilang orang lain sesat?? Who do you think you are?? Gue jadi inget kalimat ibunya Revalina S. Tamat di film Perempuan Berkalung Sorban yang bilang gini 'Hanya orang-orang yang tidak pernah berbuat dosa, yang boleh melempar batu ke anak saya.' Pas Revalina di giring mau dirajam karena disangka berzinah.
POV ketiga yang dipakai Mba Okky Madasari di buku Maryam ini juga asik banget. Terasa kita lagi diceritain oleh teman kita sendiri. Rasanya jadi pengen ketemu Mba Okky ini dan nanyain langsung buku ini apa dari kisah nyata seseorang?? Dan saat gue searching kejadian ini emang terjadi belum lama ini malah. Tepatnya hari ketiga di bulan puasa kemarin. Ya ampun bulan puasa bukannya beribadah dengan baik, malah buat persekusi seenaknya.
Dari yang gue baca, salah satu pemicunya adalah fatwa MUI yang menyatakan Ahmadiyah ini sesat. Kemungkinan ini yang membuat beberapa kelompok secara inisiatif (yang tidak patut ditiru) mengompori warga yang tadinya B aja. Menjadi terprovokasi. Nggak akan ada api, kalau nggak di sulut ya kan!!
Kalau kata Katniss Everdeen di Hunger Games mah "Aku tidak mau mempunyai anak di dunia yang kacau ini." I'm Sorry, I'm so emotional kalau udah menyangkut tentang kemanusiaan. Dengan dalih apapun itu.
Anyways buku ini punya tempat dihati gue tersendiri, melihat dunia dari sisi berbeda. Kenapa manusia harus menuntut manusia lain untuk sama sepertinya? Yang tidak mau sama di musuhi. Diperangi. Berbeda itu indah. Bukannya kamu sekalian di ciptakan berbeda-beda untuk saling mengenal. Bukan untuk saling memusuhi apalagi memerangi.
Ada satu quotes yang ngena banget sih dari buku Maryam-nya Mba Okky Madasari ini yaitu "Yang namanya keyakinan memang tak bisa dijelaskan. Ia akan datang sendiri tanpa harus punya alasan." Halaman 53. Pantes lah buku ini menyandang penghargaan Khatulistiwa Literary Award di tahun 2012. Buku ini juga sudah ada versi bahasa inggrisnya yang diberi judul The Outcast. Dengan jumlah 275 halaman ini gue lahap dalam dua hari.
Pokoknya Mutan Proud!! #dibakarmasa
0 Comments