Sejak kecil kita sudah sering memanggil teman kita dengan
nama panggilan yang tidak seharusnya, bahkan dulu saat saya masih Sekolah Dasar
sangat populer memanggil nama teman dengan nama orang tua-nya (biasanya nama
bapak yang di dapat dari bin yang sering tertera di belakang nama). Anehnya kita
yang di pangil dengan nama orangtua kita akan marah, padahal memang betul itu
adalah nama orang tua kita, lantas kenapa harus malu? Itu-pun masih menjadi
misteri dalam hidup saya, karena saya salah satunya yang marah saat teman-teman
mulai memanggil saya dengan nama bapak saya.
Selain nama panggilan orangtua, tak jarang nama binatang
menjadi nama panggilan favorit untuk teman kita. Contohnya, tak perlu-lah ya
disebutkan karena pastinya kita sudah tahu apa saja yang biasa di jadikan
objek. Namun menurut saya yang paling parah adalah saat kita memanggil
teman-teman kita dengan panggilan yang buruk, seperti kekurangan yang terlihat
secara fisik atau bahkan karena kejadian-kejadian hal yang tak disangka. Seperti
misalnya gendut, kurus, jelek, item/keling(hitam), keriting, pesek, sipit,
pendek, jangkung dan banyak lagi panggilan yang lebih menyerupai ejekan.
Dan kalau kita telaah panggilan seperti itu termasuk kedalam
bulliying, apa sih sebenarnya bulliying itu? Bulliying bisa diartikan sebagai salah
satu bentuk dari perilaku agresi dengan kekuatan dominan pada perilaku yang
dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan mengganggu orang lain atau korban
yang lebih lemah darinya. Nah bulliying ini bisa di kategorikan menjadi
tiga :
1.
Bullying fisik,
contohnya memukul, menjegal, mendorong, meninju, menghancurkan barang orang
lain, mengancam secara fisik, memelototi, dan mencuri barang.
2.
Bullying
psikologis, contohnya menyebarkan gosip, mengancam, gurauan yang mengolok-olok,
secara sengaja mengisolasi seseorang, mendorong orang lain untuk mengasingkan
seseorang secara soial, dan menghancurkan reputasi seseorang.
3.
Bullying verbal,
contohnya menghina, menyindir, meneriaki dengan kasar, memanggil dengan julukan,
keluarga, kecacatan, dan ketidakmampuan (Contoh : "Eh ada sih pincang
lewat").
Memanggil
orang lain dengan nama panggilan yang tidak seharusnya termasuk ke dalam
bulliying verbal. Namun sayangnya anak-anak belum mengerti akan hal seperti
ini, walaupun mungkin niatnya hanya bercanda, namun ada pula yang melakukan
dengan cara sengaja untuk mendominasi.
Di
Indonesia sendiri kasus bulliying akhir-akhir ini semakin meningkat, bahkan
sampai ada korban hingga meninggal. Korban meninggalpun macam-macam ada yang
pure hasil bulliying karena tindakan kekerasan atau malah yang lebih parah
adalah dengan melakukan bunuh diri karena tindakan bulliying secara verbal yang
dilakukan secara terus-menerus.
Dalam
sebuah riset yang dilakukan LSM Plan International dan International Center for
Research on Women (ICRW) pada tahun 2015 lalu menunjukkan fakta yang sangat
miris terkait kekerasan anak di sekolah. Terdapat 84% anak di Indonesia
mengalami kekerasan di sekolah, bayangkan sudah 84% dan sudah terjadi. Berarti
di sekolah bukan lagi menjadi tempat yang aman bagi anak-anak. Pengalaman saya
sendiri-pun saat di sekolah saya termasuk menjadi korban bulliying di sekolah
baik fisik, verbal hingga pelecehan seksual namun saya lebih memilih diam dan
menumpahkan dalam buku diary. Beruntung saya bisa melampiaskan dalam sebuah
tulisan, sehingga saya bisa sedikit terbantu melepaskan emosi. Namun lebih baik
jika korban bulliying ini di tangani dengan baik agar tidak sampai terjadi
keinginan untuk melakukan tindak bunuh diri.


Dari
kedua film itu saya sangat mendukung dengan adanya lembaga seperti LPSK (lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) yang didirikan serta
bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan serta bantuanpada
saksi dan korban. Karena memang bulliying ini bukan berdampak pada korban saja,
tetapi pada saksi juga karena mungkin ia tidak tahu harus memberi tahu pada
siapa, atau bahkan ia di ancam jika memberi tahu hal itu akan diperlakukan
seperti itu juga bahkan bagi pelaku-pun berpengaruh terhadap mereka bisa
menjadi trauma karena penyesalan atau bahkan sifatnya semakin memburuk karena
di biarkan. Seperti yang dialami Hannah Baker dalam film 13 Reason Why, penyebab
ia bunuh diri yaitu karena ia tidak tahan harus menyimpan rahasia bahwa
temannya sudah di lecehkan, sedangkan orang-orang lain yang tahu hanya berdiam
diri seakan tidak terjadi apa-apa. Namun ada pergolakan dalam dirinya, untuk
memberi tahu kebenaran.
Ngomong-ngomonng soal nama panggilan alias ejekan, saya jadi teringat tentang pelajaran tentang teori cermin diri yang di paparkan
Charles Horton Cooley saat pelajaran sosiologi kala itu. Yaitu teori tersebut menggambarkan
suatu analogi perkembangan diri melalui cermin, di mana cermin memantulkan apa
yang ada didepannya, dari sana seseorang melihat dirinya: tampan, cantik,
perkasa, dan ramah. Terdapat tiga unsur dalam Looking Glass Self (cermin diri):
1.
Kita membayangkan
bagaimana kita tampak bagi mereka di sekeliling kita. Sebagai contoh, kita
dapat berpikir bahwa orang lain menganggap kita sebagai seorang peramah atau
pemarah.
2.
Kita menafsirkan
reaksi orang lain. Kita menarik kesimpulan bagaimana orang lain mengevaluasi kita.
Apakah mereka menyukai kita karena kita seorang peramah?
3.
Kita
mengembangkan suatu konsep-diri (self-concept). Cara kita menginterpretasikan
reaksi orang lain terhadap kita, memberikan kita perasaan dan ide mengenai diri
sendiri. Suatu refleksi diri yang menyenangkan dalam cermin diri sosial ini
mengarah pada suatu konsep diri yang positif; suatu refleksi negative mengarah
ke suatu konsep diri negative.
Dari
teori tersebut saya mengakui, sebagian diri saya terbentuk dari apa yang mereka
perbuat terhadap saya. Saat mereka sering mengatakan saya lemah, saya menjadi
pribadi yang lemah. Dan secara perlahan saya tersugesti menjadi apa yang mereka
katakan. Maka dari itu mari kita stop memanggil orang lain dengan panggilan
yang tidak seharusnya, mari kita bimbing anak-anak kita agar bisa saling
menghargai sesamanya.
“Don’t be a bully. Don’t even be a bully
to the bullies, it just makes more bullies.”
-Robby Novak
33 Comments
Bullying masih menjadi masalah utama di dalam pergaulan ya... suka sedih deh
ReplyDeleteBullying masih menjadi masalah utama di dalam pergaulan ya... suka sedih deh
ReplyDeleteiyya, semacam menjadi budaya.
DeleteBullying bisa menjadi trauma psikis bagi anak, yang bisa terasa hingga dewasa. Stop bullying dan berikan kenyamanan hidup bagi sesama.
ReplyDeletebetul kanop, kasian mereka para korban bulliying.
DeleteBullying adalah salah satu kejahatan yang bisa membunuh diri pribadi korban. Harus ada pendekatan psikologi dari orang terdekat untuk memberikan pengarahan yang benar agar bullying tidak merajalela.
ReplyDeleteiyya bunn, aplagi korban yang traumanya parah. sejak diri memang kita harus mengajarkan ke anak-anak agar tidak menjadi budaya.
DeleteKita mah enak yang ngatain. Ga ngerti aja gimana rasanya... hikss... intropeksi deh.
ReplyDeletebetul betul betul kacil, hiks jadi sedih.
DeleteKepekaan sosial perlu ditanamkan dalam proses pendidikan sejak dini.
ReplyDeletebetul Pr banget nih untuk parents jaman now
DeleteDi kalangan anak sekolah dasar bulliying kadang dianggap sebagai candaan. Yang harus dilakukan orang tua mengarahkan bahwa bercanda adalah apabila keduanya sama-sama senang, jika tidak maka itu termasuk bullying
ReplyDeleteiyya betul banget, mungkin kalau sekedar bercandaan masih bisa di terima.
DeleteEfek bullying itu susah hilang. Yang lebih miris itu bullying yang dilakukan anggota keluarga terhadap salah satu anggota yang dianggap aib. Di lingkunganku ada yang kayak gini. Kasian banget pokoknya
ReplyDeletewahh serem ya mba kalau sama keluarga sendiri, nah entar dia ngadu sama siapa?
DeleteBulliying biasanya berawal dari permasalahan pribadi yang tdk terselesaikan dg baik
ReplyDeleteiyya alassan para pembully sebagian karena seperti itu bang.
DeleteSaya saat ngajar les privat melarang keras bullying. Jd kalau ada yg melakukan saya persilakan belajar di luar. 🙁🙁
ReplyDeletewahh mantap..
DeleteSemoga semakin banyak orang yang sadar bahwa bullying merupakan suatu kejahatan yang akan berdampak besar bagi korban.
ReplyDeleteiyya betul ayogg
Deletewaktu kecil sy sering bgt nih di bully..
ReplyDeletetp karna sy orgnya bodo amat, yg membully jd bisu sendiri cape sendiri, di indonesia sy rasa tingkat bullyingnya masih rendah ya, tp miris kebanyakan dr mereka bunuh diri, padahal ada kehidupan akhirat lebih sulit.
org yg membully bisa jd karna kurangnya didikan ortu,
bahaya jg buat mental mereka yg ga kuat.
setuju kak nia. memang harus di cuekin aja ya, tapi terkadang ada yg malah makin menjadi.
DeleteTugas sebagai seorang ibu sebagai madrasatul 'ula mendidik generasi penerus baik dari segi kecerdasan logika, kecerdasan emosional, dan terutama mengenai Akhlaknya.
ReplyDeletenah betul, semoga para orangtua jaman now bisa lebih aware ya kak Irma
DeleteDan anehnya bullyng dianggap cadaan yang wajar. Bully bukan hanya marak di kalangan anak-anak, bahkan di kalangan mahasiswa dan orang dewasa bully masih saja dianggap candaan yang dapat memcairkan suasana.
ReplyDeleteDan anehnya bullyng dianggap cadaan yang wajar. Bully bukan hanya marak di kalangan anak-anak, bahkan di kalangan mahasiswa dan orang dewasa bully masih saja dianggap candaan yang dapat memcairkan suasana.
ReplyDeleteStop bullying!
ReplyDeleteDuh, suka nasehati ke anak-anak, nggak boleh meledek, atau hal-hal berbau bullying. Terkadang dari orangtua yang memunculkan bullying. Seperti ikutan meledek anak kecil, "Botak sudah bangun ya?" itu juga bullying. Nah, yang kayak gini nih, suka bingung ngingetinnya. Hehejehe
ReplyDeleteAlhamdulillah disekolah anakku ada kakak angkat...atau dikenal.dengan buddy..., Adanya buddy meminimalkan buly di sekolah
ReplyDeletehemm jadi ada yg jagain ya istilahnya..
DeleteWaktu SMP saya selalu di bully, semenjak ada provokator pindahan dari jakarta.
ReplyDeleteMulai di gasak, fitnah, bahkan pernah dipukuli pas lagi belajar, juga adu Bagong.
Tapi ya gitu kalo ada masalah seperti dipukuli/berantem saya selalu disalahi sama guru.
Bahkan ditampar berkali2 oleh kepala sekolah. Saya sempet mikir apa mungkin si guru dibayar sama si provokator itu, bahkan orang provokator itupun gak pernah ditindak apa2
Sampai sekarang saya trauma, bahkan ada rasa takut jika masuk ke gedung sekolah itu
Seandainya kalo saya jadi guru jaman baheula, saya gampleng semua pelaku bullying. Terus disuruh keliling lapang sekolah 100x sambil buka baju
ReplyDelete