slider

Membunuh Yanti



Allaahu Akbar Allaahu Akbar..

Matanya kembali menyalang ditengah pagi buta. Terenggut dari lelapnya. Ini sudah ketiga kalinya ia terbangun diwaktu sama ketika mendengar suara panggilan Allah yang seringkali ia abaikan. Keringat-keringat sebesar biji jagung memenuhi dahi hingga lehernya. Kipas angin butut yang penuh debu dipojok kamarnya tak membuat dirinya bebas dari panas yang bersumber dalam  jiwa.
.

Allaahu Akbar Allaahu Akbar..

Tubuhnya gemetar, rasa was-was kembali menggelayut. Ia melihat langit kelabu telah muncul dari balik lubang ventilasi yang telah hilang penutupnya, membiarkan nyamuk, serangga dan hewan lainnya bebas keluar masuk. 
.

Asyhadu an laa illaaha illallaah..
Asyhadu an laa illaaha illallaah...

Nafasnya terengah seperti atlit yang baru selesai lari marathon jarak jauh. Sesekali ia melirik kanan-kirinya, namun tak menemukan apa yang ia cari. Hanya ada siluet-siluet hitam-putih bergeming, seakan menatap garang dirinya.
.

Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah..
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah...

'Bunuh ia, bunuh ia!!' perintah sebuah suara entah darimana. Suaranya menyerupai bisikan yang terus menggaung dikepala. Tubuhnya kembali menggigil. Haruskah ia membunuh?? Membunuh Yanti, wanita yang telah menemaninya sejak kecil? Wanita yang baru terbebas dari belenggu tujuh tahun lalu itu, kini ia harus membunuhnya. Bukan lagi menyekap. Ia harus mati, ia harus melenyapkan wanita itu. Sekarang juga!!.
.

Hayya 'alas-shalaah..
Hayya 'alas-shalaah..

Ia melihat Yanti lewat pecahan cermin yang menempel dipintu bagian belakang kamar berukuran tiga kali tiga tersebut. Ia ketakutan, sama akan hal dirinya. la Memohon iba serta merta belas kasihan lewat ujung matanya yang sayu. Bekas maskara murahan yang tak sempat dihapusnya membuat wajah wanita itu terlihat coreng moreng. Bedak kiloan yang ia sapukan setiap jam sembilan malam, pudar dan meninggalkan bekas tak rata yang menutupi kulit wajahnya yang penuh dengan noda hitam.
.


Hayya 'alal-falaah...
Hayya 'alal-falaah...

Mata sayu Yanti tak bisa berbuat apa-apa, ia kini terlalu lelah untuk melawan. Karena baru sejenak ia bisa tertidur, setelah semalan berkeliling dari jalan kejalan. Menengadahkan tangan, demi seratus-dua ratus perak. Tak ada belas kasihan atau ampunan baginya kali ini. Laki-laki di hadapannya kini, tak lagi bimbang. Ia sudah sudah memantapkan hatinya untuk membunuhnya. Walaupun laki-laki itu tak mengatakan kalau ia ingin membunuh dirinya.
Namun tak ada yang bisa disembunyikan antara mereka berdua.
.

Ash-shalaatu khairum minan-nauum..
Ash-shalaatu khairum minan-nauum..
Kesadaran lelaki itu semakin tinggi, ia sadar betul apa yang akan diperbuatnya kini. Sebagian nurani yang sejak dulu memaklumi kehadiran Yanti, telah musnah. Menguap bagai embun pagi terpapar cahaya mentari. Tiada alasan lagi kini untuk tak membunuhnya, sekarang atau hatinya menjadi lemah kembali.

.

Allaahu Akbar Allaahu Akbar..
Allaahu Akbar Allaahu Akbar..
Perlahan namun pasti, laki-laki itu menyeret Yanti ke dalam kamar mandi kecil di sudut ruangan. menyalakan keran sehingga menimbulkan bunyi kecipak air yang serasa menyayat hati. Yanti pasrah, ia tahu dirinya hanya membuat luka si lelaki. Sudah seharusnya lelaki itu tak membiarkannya bebas kala itu. Karenanya pulalah si lelaki terusir dari rumah. Dicibir dan dipandang hina, mungkin dengan membunuhnya kini lelaki itu bisa mendapatkan kembali apa yang dulu telah terenggut. Termasuk nikmat kehadiran sang Rabb untuk kembali menuntunnya.
.

Laa ilaaha illallaah....

Dengan khidmat Yanti membiarkan lelaki itu mencabik wajahnya dengan air keran yang mengucur deras. Wajah ayu-nya kini telah berganti menjadi wajah lelaki si pembunuh. Kokokkan ayam yang saling sahut menyahut menjadi lagu kematian Yanti, sekaligus kembalinya si lelaki yang kemarin bersembunyi dibalik tubuhnya. 

Si lelaki menyempurnakan aksinya dengan membasuh kedua tngannya bergantian, lalu berkumur tiga kali, membuang air dalam mulutnya kesebelah kiri. Kemudian membersihkan hidungnya, membasuh muka seraya berdoa, lalu menyapukan kedua belah tangannya dari ujung jari hingga ujung siku, mengusap kepala lalu telinga dan terakhir membasuh kedua kakinya dari ujung kaki sampai mata kaki. Lalu berdoa kembali, doa yang samar-samar masih dihapalnya. 

'Kini Yanti telah mati' bisik lelaki itu. Tak ada lagi Yanti dalam tubuh Yanto, ia membebaskan belenggu sekaligus dosa besar yang menggelayuti mereka. 'Inilah fitrahmu' bisiknya lagi sambil menatap wajahnya sendiri di cermin.  Yanto mengambil koko dan sarung di tumpukan pakaian paling bawah lemarinya. Mengenakannya dan segera berjalan memenuhi panggilan Rabb-nya yang baru saja mengajaknya untuk kembali dalam rengkuhannya.

Post a Comment

0 Comments