Kambing dan Hujan - Mahfud Ikhwan

MS Wijaya
0



Kambing dan Hujan ini aku tertarik bacanya karena beberapa teman ada yang bilang bagus, dan bahkan ada yang nyari buku ini sampai ke penerbitnya langsung. Karena saking udah susahnya buku ini.

Tidak ada karya yang 100% asli sepertinya memang bukan rahasia umum. Banyak penulis-penulis lainnya yang terinspirasi dari penulis lainnya. Karena menurut gue pribadi “Karya yang baik adalah karya yang mampu menginspirasi orang lain. Sehingga membuat efek berantai untuk membuat karya yang terinspirasi dari karya tersebut. Entah dalam bentuk apa saja hasilnya nanti.”

Tema percintaan ala Romen dan Juliet ini adalah hal yang banyak diadaptasi. Termasuk dalam buku kambing dan hujan ini, hanya pengemasan ulangnya saja yang berbeda dan bagaimana menambah varian sesuai selera.

Berkisah tentang percintaan Mif dan Zia yang terbentur restu orangtua mereka yang saling membenci satu sama lain. Mereka berusaha mencari tahu kenapa dan apa yang membuat kedua orangtua mereka sampai seperti itu? Walaupun pada dasarnya mereka tahu, bahwa karena perbedaan keyakinan. Keyakinan disini bukan dalam konteks beda agama antara Islam. Kristen atau lainnya. Mereka sama-sama islam, tapi yang satunya subuhannya pakai qunut dan yang satunya tidak. Dan banyak perbedaan lainnya dalam tata cara mereka beribadah. Sangat miris memang mengetahui hal seperti itu ya, satu keyakinan saja tapi masih dibeda-bedakan.

Centong, sebuah desa kecil di Jawa Timur yang menjadi latar kisah mereka ini, diceritaan mempunyai dua masjid yang saling berbeda tata cara ibadahnya. Masjid selatan dan masjid utara. Mif adalah anak dari Pak Kandar, salah satu pengurus utama masjid utara sedangkan Zia adalah anak dari Pak Fauzan yang juga salah satu pengurus utama masjid selatan.

Kilasan-kilasan masa lalu yang diceritakan masing-masing ayah Mif dan Zia membuat mereka tahu, bahwa pada awalnya kedua ayah mereka adalah seorang sahabat. Sahabat yang bahkan sudah menyerupai saudara sendiri. Tapi semuanya berubah saat Cak Ali datang ke kampung mereka, terlebih mereka harus terpisah karena Moek (Nama panggilan kecil Pak Fauzan) harus nyantren di Jombang. Awalnya Moek merasa Is (Nama panggilan kecil Pak Kandar) dan Cak Ali melakukan hal yang baik. Tapi lama kelmaan, ia merasa apa yang dilakuakn Is dkk menjadi berlebihan. Seperti ribut-ribut saat shalat jumat dan hal lainnya. Belum lagi ada satu hal lagi, tenyata Ibu Zia adalah orang yang dulu disukai oleh ayah Mif. Sehingga mereka berspekulasi, pertengkaran mereka salah satunya disebabkan itu. Namun ada hal lainnya yang ternyata menyebabkan mereka benar-benar membentengi diri masing-masing untuk tak saling bersilaturahmi lagi.

Novel pemenang sayembara novel DKJ tahun 2014 ini, memang terbilang unik. Karena membahas tentang perpecahan keyakinan seperti apa harusnya menjalankan agama.
Beberapa potongan kalimat yang gue suka dari novel ini adalah :

“Inna  ma’al  ‘ushri  yushra. Sesungguhnya bersama kesusahan selalu ada kemudahan.”
 Hal 93-94

“Kesinam bungan ilmu dan  kesaling-terhubungan  guru  dan  murid  adalah  hal  yang  tak  bisa
dipisahkan  dari  sempurnanya  Islam  sebagai  agama.”
Hal 146
“jika di antara kita cuma saling menyalahkan. Yang satu mengafirkan yang lain, yang ini bid’ah , yang itu musyrik, yang ini harus diubah, yang itu mesti  diganti. Hasilnya hanya saling menyakiti, saling memecah belah.”
Hal 181

“Jangan  asal  mengambil  dalil. Orang  bisa  menerimanya  dengan  berbeda.  Lagi  pula,  yang  patut kamu  camkan,  kamu  tidak  hidup  sendirian,  Is.  Apa  yan g  kamu lakukan akan bisa berakibat kepada orang lain.”
Hal 186
Kalimat ini mengingatkan gue yang pernah dibilang ibu gue, dia bilang Al-Quran ini bisa ditafsirkan berbagai macam cara. Bisa untuk kebaikan juga keburukan. Makanya banyak kan itu orang-orang yang di cuci otaknya lewat ayat-ayat Al-Quran yang salah tafsir dan kurangnya pemahaman. Sampai mereka telan bulat-bulat gitu aja ayatnya. Mereka sampai rela jadi pion bom bunuh diri dan sebagainya. Bilangnya jihad-jihad tapi sebenarnya itu untuk jihad pada siapa?

“Siapa bilang sejarah agama sudah banyak dibicarakan? Mana  kita  bisa  ketemu  buku  sejarah  Wali  Songo,  selain  dongengdongeng  asal  usul  yang  itu-itu  saja?  Belum  lagi  sejarah  Islam tempatan, sejarah Islam di tempat-tempat sekitar kita. Mana kalian tahu bagaimana orang-orang di tengah tegalan macam kita ini masuk Islam?  Siapa  penyebarnya?  Bagaimana  cara  penyebarannya?  Seperti apa perkembangannya, dan seterusnya, dan seterusnya.”
Hal 248

Buku berjumlah 330 halaman ini lumayan lama juga gue bacanya, mungkin karena pembahasannya yang agak berat ya. Aku jadi agak tersendat-sendat bacanya. Antara maju-mundur dan milih bacaan yang ringan dulu sebelum menyelesaikan novel ini.

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)