Kambing dan Hujan ini aku
tertarik bacanya karena beberapa teman ada yang bilang bagus, dan bahkan ada
yang nyari buku ini sampai ke penerbitnya langsung. Karena saking udah susahnya
buku ini.
Tidak ada karya yang 100% asli
sepertinya memang bukan rahasia umum. Banyak penulis-penulis lainnya yang
terinspirasi dari penulis lainnya. Karena menurut gue pribadi “Karya yang baik
adalah karya yang mampu menginspirasi orang lain. Sehingga membuat efek
berantai untuk membuat karya yang terinspirasi dari karya tersebut. Entah dalam
bentuk apa saja hasilnya nanti.”
Tema percintaan ala Romen dan
Juliet ini adalah hal yang banyak diadaptasi. Termasuk dalam buku kambing dan
hujan ini, hanya pengemasan ulangnya saja yang berbeda dan bagaimana menambah
varian sesuai selera.
Berkisah tentang percintaan Mif
dan Zia yang terbentur restu orangtua mereka yang saling membenci satu sama
lain. Mereka berusaha mencari tahu kenapa dan apa yang membuat kedua orangtua
mereka sampai seperti itu? Walaupun pada dasarnya mereka tahu, bahwa karena
perbedaan keyakinan. Keyakinan disini bukan dalam konteks beda agama antara
Islam. Kristen atau lainnya. Mereka sama-sama islam, tapi yang satunya
subuhannya pakai qunut dan yang satunya tidak. Dan banyak perbedaan lainnya
dalam tata cara mereka beribadah. Sangat miris memang mengetahui hal seperti
itu ya, satu keyakinan saja tapi masih dibeda-bedakan.
Centong, sebuah desa kecil di Jawa
Timur yang menjadi latar kisah mereka ini, diceritaan mempunyai dua masjid yang
saling berbeda tata cara ibadahnya. Masjid selatan dan masjid utara. Mif adalah
anak dari Pak Kandar, salah satu pengurus utama masjid utara sedangkan Zia
adalah anak dari Pak Fauzan yang juga salah satu pengurus utama masjid selatan.
Kilasan-kilasan masa lalu yang
diceritakan masing-masing ayah Mif dan Zia membuat mereka tahu, bahwa pada awalnya
kedua ayah mereka adalah seorang sahabat. Sahabat yang bahkan sudah menyerupai
saudara sendiri. Tapi semuanya berubah saat Cak Ali datang ke kampung mereka,
terlebih mereka harus terpisah karena Moek (Nama panggilan kecil Pak Fauzan)
harus nyantren di Jombang. Awalnya Moek merasa Is (Nama panggilan kecil Pak Kandar)
dan Cak Ali melakukan hal yang baik. Tapi lama kelmaan, ia merasa apa yang
dilakuakn Is dkk menjadi berlebihan. Seperti ribut-ribut saat shalat jumat dan
hal lainnya. Belum lagi ada satu hal lagi, tenyata Ibu Zia adalah orang yang
dulu disukai oleh ayah Mif. Sehingga mereka berspekulasi, pertengkaran mereka
salah satunya disebabkan itu. Namun ada hal lainnya yang ternyata menyebabkan
mereka benar-benar membentengi diri masing-masing untuk tak saling bersilaturahmi
lagi.
Novel pemenang sayembara novel
DKJ tahun 2014 ini, memang terbilang unik. Karena membahas tentang perpecahan keyakinan
seperti apa harusnya menjalankan agama.
Beberapa potongan kalimat yang
gue suka dari novel ini adalah :
“Inna ma’al ‘ushri
yushra. Sesungguhnya bersama kesusahan selalu ada kemudahan.”
Hal 93-94
“Kesinam bungan ilmu dan
kesaling-terhubungan guru dan
murid adalah hal
yang tak bisa
dipisahkan dari sempurnanya
Islam sebagai agama.”
Hal 146
“jika di antara kita cuma saling menyalahkan. Yang satu mengafirkan
yang lain, yang ini bid’ah , yang itu musyrik, yang ini harus diubah, yang itu
mesti diganti. Hasilnya hanya saling
menyakiti, saling memecah belah.”
Hal 181
“Jangan asal
mengambil dalil. Orang
bisa menerimanya dengan
berbeda. Lagi pula,
yang patut kamu camkan,
kamu tidak hidup
sendirian, Is. Apa
yan g kamu lakukan akan bisa
berakibat kepada orang lain.”
Hal 186
Kalimat ini mengingatkan gue yang
pernah dibilang ibu gue, dia bilang Al-Quran ini bisa ditafsirkan berbagai
macam cara. Bisa untuk kebaikan juga keburukan. Makanya banyak kan itu orang-orang
yang di cuci otaknya lewat ayat-ayat Al-Quran yang salah tafsir dan kurangnya pemahaman.
Sampai mereka telan bulat-bulat gitu aja ayatnya. Mereka sampai rela jadi pion
bom bunuh diri dan sebagainya. Bilangnya jihad-jihad tapi sebenarnya itu untuk jihad
pada siapa?
“Siapa bilang sejarah agama sudah banyak dibicarakan? Mana kita
bisa ketemu buku
sejarah Wali Songo,
selain dongengdongeng asal
usul yang itu-itu
saja? Belum lagi
sejarah Islam tempatan, sejarah
Islam di tempat-tempat sekitar kita. Mana kalian tahu bagaimana orang-orang di
tengah tegalan macam kita ini masuk Islam?
Siapa penyebarnya? Bagaimana
cara penyebarannya? Seperti apa perkembangannya, dan seterusnya,
dan seterusnya.”
Hal 248
Buku berjumlah 330 halaman ini
lumayan lama juga gue bacanya, mungkin karena pembahasannya yang agak berat ya.
Aku jadi agak tersendat-sendat bacanya. Antara maju-mundur dan milih bacaan
yang ringan dulu sebelum menyelesaikan novel ini.
0 Comments