Catatan Kecil (Pagi yang Aneh)

MS Wijaya
8


 
Namanya Muhamad Septian Wijaya, ia terbangaun dari tidurnya dengan segera. Ia merasa terlempar dari mimpi aneh yang berlangsung selama hampir dua jam sehabis sahur tadi. Bahkan ia tak dapat mengingat dengan jelas apa mimpinya tadi, mimpinya seperti potongan-potongan film yang berantakan diotakanya.

Ia melihat jam dinding bundar berwarna putih dengan lingkaran luarnya yang berwarna hijau citroen sudah menunjukkan pukul jam enam lewat empat puluh lima. Ia bergegas keluar dari kamarnya, dan egambil handuk dijemuran depan rumahnya yang hanya berupa tali tambang plastik yang diikat pada tiang-tiang rumahnya.

Matanya mengerjap-ngerjap pedih,  dan ia masih berusaha mengingat-ingat mimpinya tadi. Kepalanya terasa berat dan dunia serasa berputar cepat. Rasanya ia seperti habis pesta semalaman suntuk dan menenggak minuman keras sebanyak yang mungkin hingga rasanya kepalanya akan meledak. Tapi itu hanya dalam mimpinya, bukan dalam dunia nyata.

Semalam ia hanya duduk membaca novel Richard Farrel yang berjudul Whats left of us sampai tertidur. Ia memperhatikan wajahnya dicermin kamar mandi, usut, rambutnya berantakan dan kedua matanya benar-benar merah. Ia mengerjap-ngerjapkan mata merahnya berharap berubah menjadi putih seperti biasanya. Tapi usahanya sia-sia saja, matanya tetap merah menyalang, seperti darah telah merembesi bola matanya saat tertidur tadi. Lelah mengerjap-ngerjap, ia mengguyur air ketubuhnya tiga kali dan merasakan sensasi dinginnya air, lalu mengambil sabun cair yang sudah sangat sedikit isinya, sehingga ia harus membuka tutup botolnya dan menambahkan sedikit air, agar ia bisa menyabuni seluruh tubuhnya. Selesai dengan sabun, ia mengambil shampo yang baunya seperti mawar, walaupun ia tahu itu sabun milik kakaknya dan akan menambah ketombe dikepalanya. Ia terlalu malas untuk membeli shampo yang biasa dipakainya.  Ia mengguyur air dari ujung kepala hingga kaki sampai tidak ada busa yang tersisa.

Tian begitu ia dipanggil dirumah, dan selebihnya mereka memanggil dengan panggilan Septian, bahkan lebih banyak Septi, entah mengapa mereka dapat memutuskan untuk memnggilnya Septi, sebenarnya ia kurang senang dipanggil dengan nama Septi, karena itu adalah nama Ibunya. Sama saja halnya seperti zaman Sekolah dasar dulu, anak-anak senang sekali megejek dengan nama orang tua yang dapat dilihat di raport. Dan Tian dulu menjadi salah satu anak yang sering terpancing emosi jika nama ayahnya dipanggil-panggil. Tapi kini ia hanya tersenyum jika ada yang memanggilnya dengan nama orang tuanya. Bukannya ia seharusnya bangga, karena mereka tahu nama orang tuanya.

Selesai mengelap seluruh tubuhnya dengan handuk, ia nelihat kembali ke cermin, memeriksa matanya apakah masih merah atau tidak. Ia sedikit bersyukur, matanya yang sebelah kiri sudah seperti sediakala, namun mata sebelah kanannya masih merah.  Begitu keluar dari kamar mandi ia menyempatkan menengok jam dinding diatas kulkas yang menunjukkan pukul tujuh lebih sepuluh menit, ia langsung berlari ke kamarnya hanya dengan menggunakan handuknya tersampir menutupi dari pinggang hingga lutut.

Rambutnya masih basah kuyup, Tian terbiasa membiarkan kepalanya tidak dikeringkan dengan handuk, karena rasanya aneh kalau sehabis mandi rambutnya tidak basah. Ia mengacak-acak lemari plastik berwarna merah maroon itu dan mendapatkan kemeja hitam lengan panjang dan celana panjang bwerarna cream. Ia melirik lagi jam, sudah lewat lima belas menit. Bisa bisa telat ia sampai ketempat kerja, pikirnya. Selesai berpakaian ia langsung menambil ranselnya dan segera memanaskan motornya sambil memakai sepatu. Ia masih merasakan tubuhnya tidak seimbang, sehingga ia kehilangan keseimbangan saat menurunkan motor dari selasar depan rumahnya yang menurun. Motornya jatuh ke sisi kanan, dengan sigap ia menarik setang depan untuk membangunkan motornya yang jatuh, tapi badannya terasa sangat lemah sehingga butuh tiga menit untuknya mengangkat motornya agar dapat berdiri.

Ada sesuatu yang aneh pada dirinya, ia dapat merasakannya. Sepertinya antara raga dan rohnya belum bisa menyesuaikan dengan baik. Layaknaya seorang anak kecil memakai baju kebesaran, ia akan tersandung dengan pakaiannnya sendiri.

Saat menaiki motor ia merasa seperti melayang. Aneh, benar-benar aneh. Sepanjang perjalanan menuju tempat kerjanya ia hampir saja mengalami kecelakaan, mulai dari mobil yang tidak mengizinkanya menyalipnya sehingga ia hampir terserempet. Lalu wanita pengendara motor disamping kirinya tiba-tiba ingin menyalipnya dan yang terakhir pengendara motor dibelakangnya dengan tiba-tiba pula maju kedepannya, saat ia sedang akan menyalip ke depan. Dan itu jika telat sepersekian detik saja sudah pasti ia akan menabrak orang yang menyalipnya itu. Beruntung itu tidak terjadi. Hanya saja jantungnya hampir loncat dan berdegup kencang sampai saat ini, ia jadi bertanya ada apa dengan orang-orang disekitarnya hari ini? Sepertinya mereka ingin membunuhnya.  









Post a Comment

8Comments

  1. Sepertinya tian blm bangun 100% Dari tidurnya..masih setengah Sadat antara mimpi Dan tidur..

    ReplyDelete
  2. sepertinya mas Ian ga baca do'a kluar rmh yah, warning tuh tuk lebh hati2 lgi

    ReplyDelete
    Replies
    1. saya baca kok mba, itu gak pernah lupa baca doa itu hehehe.

      Delete
  3. nyawanya belum kumpul itu...hehhee

    ReplyDelete
  4. Sepertinya mas tian lagi lelah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehehe lelah banget kayaknya :D mba Vinny

      Delete
Post a Comment