"AKU UDAH BILANG DIA BUKAN SIAPA-SIAPA AKU NES!" bentak
Arya.
"BUKAN SIAPA-SIAPA TERUS SMS MESRA INI APA
MAKSUDNYA??" Bentakku kembali tak kalah kencangnya dengan suara Arya. Saat ini kami benar-benar dipengaruhi ego dan emosi masing-masing.
Ini karena SMS yang entah dari
siapa, yang merusak hubunganku dengan Arya akhir-akhir ini. SMS yang pakai sayang-sayang
dan kiss emoticon itu membuatku jijik membacanya. Dan aku yakin itu pasti salah
satu selingkuhannnya. karena akhir-akhir ini ia selalu pulang terlambat dan
terlihat sangat cuek padaku dan anak-anakku.
Rasanya kepalaku akan meledak seperti gunung berapi dan siap memuntahkan laharnya kapan saja, lalu membumi hanguskan apa yang akan dilewatinya. Sebelum kata-kata pedasku keluar aku berlari ke kamar-mandi untuk menenagkan diri. Aku harus tetap dingin bisikku. Aku meninggalkan Arya diruang tamu yang masih emosi dan tertengar bunyi sesuatu yang pecah, sepertinya ia membanting pigura foto yang ada didekat
meja TV.
Aku tak peduli lagi dengan semuanya, aku kunci pintu kamar mandi dan aku nyalakan keran westafel sampai full untuk menutupi suara tangisku.
Aku tak peduli lagi dengan semuanya, aku kunci pintu kamar mandi dan aku nyalakan keran westafel sampai full untuk menutupi suara tangisku.
Aku menatap wajahku yang sudah tak karuan di cermin.
Tiba-tiba saja bayangan dicermin mengabur sesaat, lalu merefleksikan sesuatu
dimasa laluku yang sangat kelam.
*****
Siang itu aku dan teman sekelasku
pulang cepat karena ada rapat guru, dan tadi dikelas-pun hanya pelajaran
menggambar. Aku ingin memperlihatkan gambarku yang tadi mendapat pujian dari
Ibu guru. Aku menggambar keluargaku. Ada Ayah, Ibu dan Aku beserta Catty Kucing kesayanganku dalam gambar
itu. kami saling berpegangan tangan dengan riang.
Aku berlari ke dapur karena mendengar suara
Ayah sedang menelfon disana, tumben Ayah pulang cepat pikirku. Tanpa pikir
panjang aku langsung menghampirinya yang sedang asik menelfon entah dengan
siapa, sepertinya penting karena muka ayah terlihat serius.
"Ayah lihat tadi aku gambar ini disekolah" ujarku
riang sambil menyodorkan gambarku pada Ayah. Tapi ayah tak menanggapi apa-apa,
ia malah menyingkirkan gambar yang ku berikan tadi ke meja makan, lalu kembali
serius lagi dengan telfonnya. Aku sangat kecewa dengan Ayah, tak seperti
biasanya ayah tak menggubrisku seperti ini. Ah sudahlah dengan kecewa aku masuk
ke kamarku dan mengunci kamar.
Aku terbangun karena mendengar sayup-sayup suara azan maghrib dari jendela kamarku yang ternyata belum tertutup. Sudah gelap rupanya, aku segera bangkit
dari tempat tidurku. Dan melihat banyak makanan diatas meja. Wah sepertinya
akan diadakan pesta pikirku dengan senang. Aku hampiri ibu yang sedang menata
makanan diatas meja.
"Ibu siapa yang ulang tahun?" tanyaku menatap
takjub makanan yang terlihat menggoda selera dimeja makan.
"Hari ini ulang tahun pernikahan ibu dan ayah
sayang" ujarnya masih sibuk menata meja makan dengan berbagai makanan.
"Sana kamu mandi dulu terus kita nunggu ayah
pulang" dengan sigap aku langsung mandi dan bersiap kembali kemeja makan
dengan pakaian terbaikku.
Aku dan ibu masih duduk dimeja
makan sampai jam 9 malam, tapi ayah
tidak terlihat juga. Perutku sudah sangat keroncongan karena belum makan
sejak siang. Ibu langsung menyuruhku
makan duluan karena mendengar suara perutku yang agak nyaring. Jadilah aku
menyantap duluan. sedangkan ibu hanya melihatku makan. Ada kekecewaan terlihat
dari matanya. Setelah makan, ibu menyuruhku langsung tidur karena besok aku
masih harus sekolah. Jam dikamarku sudah menunjukkan jam sebelas
malam, kuintip ibu masih diam mematung di kursi depan meja makan dengan tatapan
kosong matanya melihat jendela depan. Berharap ayah akan segera datang. Tapi
sampai keesokan pagi ternyata Ayah belum pulang juga.
*****
Sejak kejadian malam itu suasana rumah tak lagi sama. Tidak
ada kehangatan cinta seperti dulu. Ayah dan ibu terlihat sangat dingin satu
sama lain, seperti sedang perang dingin. Sesekali aku mendengar mereka
bertengkar dari balik kamarnya, Ayah akan tidur di sofa jika pertengkaran
terjadi. Bahkan sering ia pergi sampai dua hari tak pulang. Sepulang sekolah
aku melihat Ibu menangis dikamarnya, isakan tangisnya terdengar memilukan.
"Ibu, ibu kenapa?" tanyaku dari depan pintu kamarnya. Ibu melirik sejenak kearahku dan tiba-tiba ia bangkit dengan penuh amarah membanting pintu kamarnya sehingga tertutup rapat. Aku bertanya-tanya kenapa ibu marah seperti itu? apa aku sudah membuat kesalahan? didalam kamar aku hanya bisa merenung sendirian. Aku malas keluar kamar. Aku mengunci pintu kamarku. Kecewa pada Ayah juga pada ibu. Bagi anak berumur sebelas tahun sepertiku ini semua begitu rumit.
"Prankk" tiba-tiba aku mendengar suara sesuatu
yang pecah dari ruang tamu.
"TERUS AJA KAMU PULANG KE RUMAH PEREMPUAN ITU MAS!!
SEKALIAN AJA NGGAK USAH PULANG LAGI" Teriak Ibu sangat kencang. aku
menguping dari depan pintu.
"Kamu apa-apaan sih mah? gak enak kalau di dengar
Agnes! apalagi tetangga" Ayah menenangkan.
"PERGI SANA KAMU MAS!!" Perintah itu dengan lugas.
Aku menutup telingaku tak mau mendengar pertengkaran lagi. Batinku memohon agar
mereka menghentikan pertengkaran itu,
"Cukup CUKUPP aku ingin kalian berdamai tolonglah" jeritku dalam hati.
"Cukup CUKUPP aku ingin kalian berdamai tolonglah" jeritku dalam hati.
*****
"Bunda" panggil Putri dari depan pintu kamar
mandi. menyadarkanku dari lamunanku
"Iya sayang sebentar" jawabku lalu segera mencuci mukaku agar tak terlihat habis menangis. Aku tak mau Putri, malaikat kecilku mengetahui aku habis menangis.
"Bunda sama ayah tadi abis berantem ya?" tanya putri polos.
"Nggak sayang, tadi Bunda sama Ayah lagi latihan buat drama"
"Owhh drama, dikirain beneran. soalnya Putri takut tadi dengernya dari kamar"
"Putri nggak usah takut lagi ya, itu cuma bohongan kok" ujarku lalu membopongnya ke ruang tamu. Aku lihat Suamiku masih disana, aku tarug Putri dipangkuanya. lalu kukecup keningnya sambil berbisik "maafkan aku mas" ia menatapku dengan heran.
"I love you" balasnya lalu tersenyum. lalu kami bertiga berpelukan. Rasanya tak ingin melepaskan mereka. Aku hanya ingin waktu terhenti saat ini juga. Terima kasih Ayah, Ibu atas pelajaran hidup yang kalian berikan padaku dulu. Karena kalian aku tahu apa yang harus kuperbuat saat ini. Aku tak akan mengulang kesalahan yang sama, seperti yang kalian lakukan saat itu. Aku tak mau putri-ku menjadi korban sepertiku dulu. Sekali lagi aku ucapkan terima kasih untuk kalian.
#ODOP #HariKelimabelas #Cerpen
1 Comments
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete