Ya
aku yakin bisa dan aku percaya itu, suatu hari aku bisa berada di sampingmu.
Duduk
berdua dibawah sinar bulan.
Menceritakan
tentang kisah kita.
Membuat
rencana-rencana masa depan.
Aku
tak tahu bagaimana kau bisa mendapatkan
tempat seindah ini, bukit dengan ilalang tinggi yang melambai-lambai diterpa
angin sore. Langit yang terlihat lebih indah dan awan yang berarak ke selatan
dengan gerakan yang lambat. Cahaya mentari-pun tak begitu menyilaukan, sehingga
bisa melihat langit tanpa perlu
menyipitkan kedua mata.
Kita
berbaring diatas rumput tanpa alas, tapi ini sangat nyaman rasanya, terlebih
lagi bersamamu, ya ada dirimu disampingku. Apalagi yang akan aku inginkan
jikalau dirimu ada disini? Tidak ada!
Kau
menggeliat menggeser tubuhmu hingga tubuh kami saling berdekatan, kepalamu
menempel dengan kepalaku, bisa kulihat senyum geligi-mu yang terlihat puas
sekali karena melihatku terpukau dengan ini semua.
Aku masih memandangi langit
diatasku, kau juga tapi sesekali menoleh
kearahku membisikkan bahwa kau mencintaiku di telingaku, rasanya geli dan menyenangkan.
Aku tertawa saat kau lagi-lagi membisikkan kalimat itu, aku benar-benar
mencintaimu bisik-ku dalam hati. Entah mengapa aku tak bisa membalas
mengucapkan kalimat aku mencintaimu juga
bahkan lebih.
Perlahan
jemarimu mengenggam jemariku hingga jemari kita saling mengunci. Seakan simbol
untuk mengunci cinta ini, ya cinta yang telah lama kita rajut.
Aku
masih belum bisa berkata apa-apa. Kau terus membual tentang saat kita menikah
nanti, setiap pagi saat kau berangkat kerja aku akan membuatkanmu sarapan pagi dan
kopi tanpa gula kesukaanmu. Lalu tak lupa mencium keningku sebelum kau pergi.
Lalu
kita akan mempunyai dua anak, satu laki-laki yang akan mirip denganmu dan satu
anak perempuan denganku. Setiap hari minggu kita akan ke taman bermain bersama mereka. Dan hal lainnya yang
membuatku tertawa bahagia tanpa berkomentar apa-apa.
Aku
berbalik ke arahmu dan kau melakukan hal yang sama, sehingga kami saling
berhadapan. Kita sangat dekat, dekat sekali. Sehingga hembusan nafas lembutmu bisa
kurasakan mengenai wajahku. Begitupun juga dengan nafasku.
Aku biarkan mataku
yang mengatakan bahwa aku sangat mencintai-mu dan kuharap kau mengerti. Lenganmu
membelai pipiku lembut, bahkan lebih lembut dari buaian angin senja.
Ku
letakkan wajahku di dadamu agar aku bisa merasakan detak jantungmu menyamakan detak jangtungku dengan detak jantungmu sehingga menjadi satu irama yang indah dan menenangkan.
“Kamu
mau kan nikah sama aku?” tanyamu serius sambil terus memainkan jemarimu
dirambutku.
Aku
bangkit dari pelukanmu dan menatap wajahmu seketika itu juga, aku takut kau
hanya bercanda tapi wajahmu benar-benar serius kali ini.
“Aku
Serius Nayla binti Ahmad, kamu mau kan??” ujarmu lagi lalu mengecup lenganku. Aku
makin tak bisa berkata apa-apa lagi. Aku hanya mengangguk dan kurasakan ada air
bening di kedua ujung mataku, ya aku mau menikah
dengan mu Rizki Hermawan bisikku dalam pelukanmu.
Aku
bahagia sekali, sangat!! Aku menghambur ke pelukannya lagi, ingin sekali bisa
menghentikan waktu saat ini juga. Langit senja yang menguning ditemani kicauan
burung gereja yang kembali kesarangnya dan ada dirimu. Ini akan menjadi ingatan
yang paling indah dalam hidupku.
***
Aku
tak dapat memejamkan kedua mataku, aku takut! Aku takut ingatan tentang hari
ini akan menghilang dari ingatanku. Aku bisa gila karena bahagia kalau seperti
ini terus, aku tak percaya akhirnya engkau melamarku.
Rasanya
baru kemarin sore kau mendatangiku dengan berurai air mata, karena kau tak diperbolehkan
mengikuti tes masuk sekolah sepak bola oleh orang tua-mu. Aku tahu benar dirimu,
sejak dulu kau selalu menceritakan suatu hari akan bermain dilapangan bola sekelas eropa, pasti itu benar-benar
menghancurkan hatimu.
Aku
biarkan dirimu menangis dipelukanku, orangtuamu memaksamu untuk mengambil kuliah
jurusan IT di perguruan tinggi Negeri. Aku menyarankan kau untuk menuruti orang
tua mu, karena memang itu yang terbaik bagimu. Dan kau akhirnya menuruti
setalah menimbang untung-ruginya untukmu. Dan benar bukan apa yang orang tuamu
katakan.
Kau
berhasil seperti sekarang lulus dengan Cum
Laude dan diterima diperusahaan asing sebagai IT Engineering. Aku selalu mewanti-wanti dirimu agar selalu menuruti
ucapan orang tuamu. Karena mereka selalu tahu yang terbaik untukmu. Selalu.
***
“SAHH??”
tanya pak penghulu, sambil mengedarkan pandangan keseluruh hadirin yang ada. Aku
hanya tertunduk tak berani menatap kanan-kiriku. Kau pun diam membisu karena gugup,
setelah mengcapkan ijab qabul. Kulihat tanganmu gemetar, tapi kau menahannya
dipahamu agar tak bergetar hebat. Air mataku mulai membanjiri pipiku, tak kuat
lagi aku menahan tangis ini.
“SAHH!!”
seru orang-orang disekeliling saling bersahutan, karena tidak ada tanda-tanda
orang yang akan menyangkal.
Sebenarnya
akulah yang ingin berteriak tidak sah, aku ingin menghentikan pernikahan ini. Aku
ingin sekali berada digaris paling depan untuk menghentikan pernikahan ini. Tapi
apalah dayaku?? Seharusnya aku tak ada disini, mengapa aku masih saja datang ke
acara penikahanmu?? Pernikahan yang seharusnya antara aku dan dirimu.
Tapi
mengapa bukan aku yang kini ada disisimu saat ini? Kenapa malah perempuan itu? Bukankah
kau pernah berjanji akan menikahiku bukan dia?? Aku benci diriku sendiri
mengapa aku malah menghadiri ini. Perlahan aku mundur dari tempat dudukku, aku
sudah tak kuat lagi berada disini.
Seraya
orang-orang disekitar mengarahkan pangdangannya kearahku, aku tak peduli. Aku tak
peduli apa mereka iba atau malah mencibirku. Sekilas aku melihat dirimu ingin
ikut bangkit dari tempamu.
Tapi perempuan itu menahan tanganmu. Perempuan pilihan orang tuamu, seharusnya aku
tahu, orang tuamu takan pernah merestui hubungan kita. Apakah aku akan bisa
melupakanmu? Melupakan senja itu? Senja yang menjadi saksi saat kau memintaku
untuk menikahiku.
Namun
kini aku tak yakin, dan terus bertanya.
Bisakah
aku bersandar disampingmu?
Untuk
sekedar memastikanmu baik-baik saja.
Tiba-tiba
saja kehampaan mengisi seluruh relung jiwaku.
Seakan
tiada lagi bintang dan bulan dilangitku.
Ingin
ku berteriak dan mencoba meraihmu.
Tapi
itu hanya merong-rongku hingga aku hancur tak berbentuk.
Kini
yang aku tahu aku hanya merindukanmu.
Sangat!!
7 Comments
bagus..tapi bikin galau
ReplyDeleteGalau adalah sebuiah energi mba wid
DeleteBahasanya makin bagus dan nikmat dibaca mas Septian.. (y)
ReplyDeleteMakasih Bunda Irma
DeleteBahasanya makin bagus dan nikmat dibaca mas Septian.. (y)
ReplyDeleteHaduh haduh... baper jadinya.
ReplyDeletehehehe bagusan punya mamaklahh
Delete