Yuganta E1 Rise (Ardhi)

MS Wijaya
0


(Ardhi) Bandung, Mei 2017

Ardhi melihat papan mading yang tengah di kerubuti oleh para siswa, terutama siswa kelas tiga seangkatan nya. Karena memang ada pengumuman khusus untuk mereka, yaitu pesta kelulusan yang diadakan oleh OSIS sebagai salam perpisahan untuk para senior. Ardhi tak bersemangat, ia tak akan hadir. Untuk apa? Ia bahkan tidak punya teman satupun. Ia murid aneh, begitu teman-temannya sering bilang. Hanya karena ia lebih suka menyendiri, memang ia tidak suka dengan suasana yang bising dan banyak manusia.

Kadang ia malah merasa sakit kepala jika berada ditengah keramaian. Makannya ia lebih suka diperpus kecil tua atau di belakang gedung sekolah untuk menghabiskan waktu beristirahatnya. Arshi juga murid yang lumayan pintar, ia selalu berada dalam urutan tiga besar sejak kecil.

Hari ini tidak ada pelajaran, karena memang sudah tidak ada lagi. Ini hari terakhir kelas tiga sekolah, dikelas ardhi merasa risih oleh suara-suara gaduh teman sekelasnya. Suaranya sangat mengganggu di telinga ardhi, serupa dengungan Lebah atau suara berisik dipasar tradisional.

Tak tahan dengan semua itu, ia lebih memilih keluar kelas. Dibawanya buku hadiah dari ibunya kemarin, ia ingin membacanya di gudang sekolah tempat biasa ia menyepi.

Krekkk, suara berderit pintu kayu yang usang menggaung ke seluruh isi ruangan gudang. Bau kayu lapuk dan debu bercampur menjadi aroma yang sangat khas, mungkin ini adalah satu-satunya yang akan dirindukan Ardhi kelak saat sudah lulus nanti. Ia masuk ke dalam gudang, pojok tempat biasa ia tempati. Ia sudah membersihkan sudut ruangan itu untuk membaca atau apa saja untuk menghabiskan waktu istirahatnya. Ada meja usangvyang penuh dengan coretan pulpen dan tipe-x kadang lalau sedang iseng Arshi membaca setiap tulisan yang ada diatasnya. Bangku yang ia pakai sudah hilang sandarannya, namun kayunya masih kokoh. Kuat untuk menahan berat tubuhnya.

Saat Ardi tengah tenggelam dalam bacaannya, tiba-tiba ia mendengar beberapa siswa masuk ke dalam gudang.

"Yeuh urang boga barang alus, lumayan keur engke pas acara" ujar salah satu dari mereka sambil menunjukkan bungkusan kecil berisi rumput atau dedaunan kering berwarna cokelat.

"Cobaan atuh saetik ayena" balas temannya. Ardhi melongok dari tumpukan meja dan kursi siapa gerangan yang masuk ke istananya tanpa salam. Ada tiga orang, tapi ia tak begitu kenal dengan mereka dari suaranya juga sangat asing, mungkin anak kelas lain.

"Heeh cobaan gera Asep"

"Okelah, mana aya rokok ente? Dicampur wae aneh ente mabok sia!" ujar siswa yang Dipanggil Asep. Tanpa diminta dua kali kedua teman Asep mengeluarkan beberapa batang rokok dari kantongnya masing-masing, Asep dengan cekatan mengambil masing-masing rokok mereka. Menuangkan tembakau rokok diatas buku yang mereka bawa. Lalu mencampurkan dengan rumput kering yang tadi ditunjukkan Asep, ganja.

Asep melinting kembali campuran tembakau rokok dengan ganja itu menjadi rokok dan membagikan masing-masing satu untuk dirinya dan teman-temannya. Lalu mereka membakarnya, mengisap rokok ganja itu dengan khidmat.

Brukk tiba-tiba saja tumpukan bangku di depan Ardhi jatuh berdebam. Sontak ketiga siswa itu terkejut dan menghampiri arah suara dan menemukan Ardhi disana.

"Wehh keras naon sia???" Asep garang. Mungkin pengaruh dari ganja yang dihisapnya tadi.

"Wahh sep, abisin aja nih sep. Nanti dia lapor ka guru siah"

"Nggak aa, sumpah gak akan" Ardhi memelas, ia takut mereka akan menghajarnya.

"Halahh tong loba bacot sia!!!" ujar teman Asep lagi, lalu tanpa aba-aba kedua teman Asep itu menghampiri Ardi dan memegangi tangannya.

"Hajar Sep, lumayan keras samsak hahaha"

"Ampun a, jangan! Sumpah gak akan di bilangin ke siapa-siapa" Ardhi memelas.

Bugg. Satu pukulan mendarat di hidung Ardhi, nyeri. Pembuluh darah di hidung Ardhi pecah, sehingga darah segar mengalir dari lubang hidung Ardhi. ketiga sekawan itu tertawa antara senang dan ng-fly. Asep makin membabi buta memukuli Ardhi yang memohon ampun.

"STOPPP!!!" Teriak Ardhi kalap, tiba-tiba bumi di bawah mereka bergetar. Retakan muncul di disekitar ketiga anak laki-laki itu, lalu terbentuk celah yang menganggap dibawah mereka. ketiga anak itu berteriak kencang begitu kaki hingga pinggang mereka melesak masuk ke tanah seperti terjebak di dalam lumpur hidup. Ardhi tak kalah kaget, ia mundur ke belakang merapat ke dinding.

"TOLONG..!! TOLONG..!!" teriak mereka koor. Getaran berhenti, Ardhi tak menggubris teriakan mereka. Ia lari sekencang-kencangnya, menjauhi sekolah. Kabur, ia sungguh ketakutan.

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)