slider

Yuganta - Sky (Part 2)



Namaku Sky, entah suatu kebetulan atau tidak aku sangat menyukai langit. Bagaimanapun ia melukiskan dirinya, tak berawan, penuh dengan awan sehingga aku dan kawan-kawan sering menebak-nebak bentuk atau langit kelabu karena hujan. Terlebih lagi langit senja yang kemerahan, dalam beberapa detik ia akan digantikan gulita malam.

Dulu aku saat aku masih kecil, sering membayangkan bagaimana rasanya menjadi burung. Menyelam dalam langit biru, mencoba menggenggam kepulan awan putih yang menggemaskan seperti permen kapas dan tergoda untuk mencobanya. Malah dulu aku berpikir awan benar-benar permen kapas yang tanpa sengaja terbawa angin.

Selain langitdan segala isinya, aku sangat menyukai kedua orangtuaku. Lebih tepatnya, sangat-sangat menyayangi mereka berdua. Karena hanya merekalah keluargaku. Ayah dan Ibu dipertemukan sejak kecil di panti asuhan, hingga akhirnya mereka dewasa dan menikah. Jadi tidak ada sanak saudara lagi yang diketahui. Merekapun tidak pernah mau mencari keluarga mereka, untuk apa? Toh jelas mereka sudah membuang mereka. Yang terpenting bagi mereka adalah keluarga yang dimilikinya saat ini. Mereka dan aku.

Sayang sekali aku anak tunggal, ayah dan ibu belum memberikan tanda-tanda akan memberikan aku seorang adik. Padahal aku ingin sekali punya adik. Owh iyya, hari ini umurku genap tujuh belas tahun. Ayah dan ibu bersikeras untuk mengadakan pesta ulang tahun untukku. Padahal aku benci pesta ulang tahun, terlebih ada badutnya. Semoga saja ibu tidak menyewa badut.

"Ayolah Sky, kenapa kau tidak mau dirayakan? Dulu saat Ibu dipanti sangat menginginkan pesta ulang tahun saat di umur tujuh belas yang kata orang sangat istimewa ini. Setidaknya kalau ibu tidak bisa merayakan ulang tahun ibu kala itu, biarkan anak gadis ibu merasakannya." ujar ibu untuk membujukku seminggu yang lalu. Dengan berat hati aku mengiyakan, bahkan ibu yang mengirimkan Pesan undangan ke facebookku dan grup whatsapp teman kelasku saking bersemangatnya.

Berhubung ulang tahunku hari minggu, jadi aku bisa membantu ibu menyiapkan makanan dan mendekor ruangan. Owhh lihat kertas crep warna-warni tersulur ke setiap ruangan, ditambah lagi balon-balon di setiap sudut ruangan. Aku seperti anak umur tiga tahun yang sedang merayakan pesta ulang tahun. Benar-benar norak.

Ayah yang biasanya sibuk bahkan dihari minggu, dengan senang hati membantu segala persiapannya dan menghentikan segala kegiatan di ruang kerjanya. Entah kenapa ayah selalu sibuk, padahal ia hanya pengusaha burung walet. Ada beberapa rumah sarang burung walet di daerahku dan semuanya dikelola oleh ayahku. Apa ayahku memantau para burung walet yang sedang terlelap, agar mereka menghasilkan iler lebih banyak? Entahlah.

Acara baru akan dimulai jam tujuh malam, tapi sejak jam *dua* pagi ibu sudah sibuk di dapur. Begitulah ibu, senang sekali jika diminta untuk memasak. Dan memang masakan ibu yang nomer satu, tidak terkalahkan.

"Sayang, bisa kau belikan ibu mesis di minimarket? Ibu kehabisan mesis untuk menghias kue ulang tahun." teriak ibu dari dapur. Aku segera menghampirnya di dapur yang sedang sibuk dengan toping-toping di kue tar.

"Ibu teman kelasku hanya sekitar dua puluh orang, kenapa ibu membuat kue tar untuk satu kampung?" aku kaget begitu melihat banyaknya kue tar yang ia buat.

"ibu lupa memberitahumu, ibu juga mengundang orang sekampung." jawab ibu terkekeh. Astaga, ini pesta ulang tahun. Bukan pesta pernikahan bu. Gerutuku dalam hati.

"Nah, ambil uangnya di kantong kulkas. Tolong beli yang cokelat saja, jangan yang warna-warni ya." pesannya.

Aku menghampiri kulkas dan mengambil uang dari kantong taplak kulkas, tempat biasa ibu menyimpan uang lembaliam selepas berbelanja.

"INGAT , JANGAN MAMPIR KEMANA-MANA SKY sky. KAU ADA ACARA BESAR MALAM INI." teriak ibu, begitu mendengar aku membuka pintu depan.

"IYYA BU, AKU INGAT!!!" aku balas berteriak. Dan mengayuh sepedaku menjauh sebelum, ibu mengingat apalagi yang ingin dibelinya.

Sudah jam lima sore, sebentar lagi senja. Ada baiknya setelah dari minimarket, aku pergi ke bukit sebentar untuk melihat matahari terbenam. Toh jarak dari rumah hanya sebentar, tidak sampai 15 menit. Setelah membeli pesanan ibu, aku langsung mengayuh sepedaku ke arah bukit. Langit sudah mulai kemerahan, aku akan kehilangan momen melihat matahari terbenam jika aku tak bergegas. Jadi aku mengayuh sepedaku lebih cepat, dipertigaan jalan aku tak menyadari ada truk besar yang biasa mengangkut pasir dari bukit datang kearahku. Aku tak sempat mengelak, begitupun truknya. Kami sama-sama dalam kecepatan yang penuh, sehingga tidak sempat mengerem atau membanting kemudi untuk menghindar.

DUGGG!!!!

Kami beradu, sepedaku mental kearah kiri mobil sehingga ringsek. Serdangkan aku terpental jauh, sangat jauh aku merasakn aku melayang. Entah apa benar-benar melayang atau nyawaku lebih tepatnya yang melayang. Aku masih memjamkan mataku, takut akan rasa sakit yang akan aku rasakan begitu mendarat di tanah.

Tapi aneh, aku seperti melayang. Terbang, karena dapat kurasqqakan rambutku dimainkan oleh angin dan kaki telanjangku merasa geli karena angin yang seperti menggelitik telapak kakiku. Perlahan aku membuka mataku. Dan benr-benar kaget dengan apa yang aku lihat. Aku terbang.

Ya, aku terbang seperti pahlawan-pahlawan super dalam film-film yang sering aku tonton.

#Days2 #30DWC #Onedayonepost
#tantangan8fiksi #mutan



Post a Comment

3 Comments

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. awalnya di imajinasiku gambarannya kartun, terus pas nyampe si sky disuruh beli meses, langsung seketika gambaran-gambaran 2 dimensi itu berubah real :D keren nih, cerita mutan dengan background Indonesia.

    ReplyDelete