Rudy saat itu masih berumur sembilan tahun, di sekolah ia jarang berbicara dengan teman-temannya. Ia lebih senang membaca buku-buku yang ia pinjam di perpustakaan atau dipinjamkan oleh papinya. Ia juga benci dengan kegiatan fisik yang membuatnya berkeringat, terlebih hidung Rudy sangat sensitif sehingga ia tidak tahan dengan bau-bauan diluar rumah termasuk bau kuda.
Kadang ia harus menggunakan dua lapis sarung tangan yang telah diberikan parfum oleh mami untuk dijadikan masker saat ayahnya menyuruhnya untuk membersihkan kandang kuda atau memandikan kuda-kuda milik keluarganya yang berjumlah 4 ekor.
Sore itu Papi pulang lebih cepat dari biasanya, dengan cepat Rudy menghampiri Papi di depan gerbang. Betapa terkejutnya Rudy, saat melihat Papi datang bersama satu orang asing dan kuda yang sangat gagah berwarna hitam pekat seperti malam.
Orang asing yang sebelumnya tidak pernah dilihat Rudy itu kelihatan kesulitan menarik kuda hitam itu yang terus melawan tidak mau dikeluarkan dari mobil pickup Papi.
"Papi, ini kuda papi?"
"Iya, nanti kamu yang bertugas khusus memandikan dan mengurusnya." Jawab papi dengan tersenyum bahagia. Rudy tahu ayahnya dulu seorang joki yang handal. Makanya ia suka sekali mengoleksi kuda, ini berarti menjadi kuda kelima milik Papi.
Dan saat Papi mengatakan Rudy yang harus mengurusnya, itu bukan sebuah bercandaan. Karena ketiga kakaknya dan adiknya masing-masing sudah memegang kuda yang harus diurus oleh mereka. Sedangkan Rudy selalu menolak untuk mengurus kuda-kuda ayahnya karena mereka bau. Ia hanya sesekali membantu Fanny adiknya yang mengurus kuda yang baru di beli tiga bulan yang lalu oleh Papi.
"Kenapa harus aku pi?" Wajah Rudy memelas.
"Karena tidak mungkin Sri, adikmu itu kan perempuan. Lagi pula Sri masih berumur tiga tahun."
Rudy menghela nafasnya. Mau tidak mau, kali ini ia harus mengurus salah satu kuda Papi. Kalau tidak, pasti Papi mengancam tidak akan membelikannya buku-buku lagi.
"Baiklah Pi." Rudy pasrah.
"Tenang, kamu akan dibantu Pak Hendra ini. Papi mempekerjakannya untuk mengurus kuda-kuda Papi. Tapi tetap yang satu ini tanggung jawabmu ya. Sebagai imbalannya, kamu boleh memberikan nama untuk kuda ini."
"Seius Pi?" Tanya Rudy antusias. "Iya, kamu mau menamakannya apa?"
"Hemm…..apa ya?" Rudy berpikir lama.
"Bagaimana kalau La Bolong Pi? Kan warnanya hitam." Akhirnya Rudy memutuskan nama yang tepat. Rudy memilih nama La Bolong yang artinya si hitam dalam bahasa Bugis. Papi menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Papi dan Rudy masih memperhatikan Pak Hendra yang masih belum berhasil membuat kuda itu turun dari mobil pickup. Padahal Pak Hendra sudah berkeringat hingga membasahi seluruh pakaiannya, karena berusaha menarik kuda itu tapi kekuatan kuda itu sepertinya lebih besar dari kekuatan Pak Hendra.
"Rudy coba kamu bantu Pak Hendra. Sepertinya Pak Hendra tidak bisa membujuk kudanya untuk turun."
"Kalau orang dewasa saja tidak bisa, bagaimana aku bisa Pi." Protes Rudy, tapi tak digubris Papi.
Jadi dengan ragu-ragu Rudy mendekati Pak hendra dan membantunya menarik kuda itu yang malah semakin memberontak.
"Berhenti dulu Pak." Ujar Rudy agar Pak Hendra berhenti menarik tali yang bersarang di leher kuda itu. Rudy melihat sesuatu yang tidak beres dengan kuda itu. Jadi ia perlahan menghampiri kuda itu.
Benar saja, ia melihat ada potongan ranting yang cukup besar menancap di kaki kuda itu.
"Pasti kamu kesakitan ya Bolong? Sabar ya aku akan mencabutnya agar kamu tidak kesakitan lagi."
Rudy mengelus-elus tubuh Bolong agar ia tenang, ia mengetahui itu dari buku yang pernah ia baca. Bahwa kuda suka sekali di elus pada bagian badannya. Dan itu bisa membuat kuda lebih tenang.
"Sabar ya Bolong, sabar ya sebentar lagi tidak akan sakit." Rudy mengulang kalimat itu sambil terus mengelus tubuh Bolong dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya perlahan mengambil potongan ranting yang menusuk kaki Bolong.
Pelan-pelan Rudy menarik ranting itu, dan berhasil mencabutnya tanpa membuat Bolong mengamuk.
"Nah sudah aku cabut. Lihat ini. Sekarang kamu baik-baik saja. Ayo turun, biar aku obati itu. Takutnya infeksi." Ujar Rudy lagi pada Bolong , seakan Bolong mengerti apa yang ia ucapkan.
Ajaibnya, bolong menurut saja untuk ikut turun dari mobil pickup papi saat Rudy menarik tali kekangnya. Bahkan Bolong menurut saat diajak ke kandangnya dan saat diobati oleh Rudy. Papi dan Hendra sampai terheran-heran melihat itu. Padahal sejak tadi Bolong sulit sekali dikendalikan. Tapi dalam hati Papi, ia merasa bangga. Rudy ternyata menurunkan bakat Joki-nya.
#onedayonepost #ReadingChallengeOdop #Tugaslevel2 #level2tantangan1 #level2tantangan2 #mswijaya #wijayarts
19 Comments
ini cerpen tentang tokoh siapa pak?
ReplyDeletePak habibie
DeleteKeren ini. Dari biografi siapa?
ReplyDeletePak Habibie Bun
DeleteBaik2 ya Bolong...
ReplyDeleteok fine wkwkw
Deleteih keren ceritanya...
ReplyDeleteWah keren bgt ceritanya mas Septian
ReplyDeleteJangan nakal ya Bolong...:)
ReplyDeleteKirain la bolong itu semacam tokoh seram yang ono
ReplyDeleteitu mah biar susanna ajah
DeleteBikin penasaran, cerita ini. Ternyata tokohnya Bapak BJ Habibi
ReplyDeletemakasih mba Nurul
DeleteLha ini jokinya
ReplyDeletejoki tri in wan
DeleteOuh pak Habiebie
ReplyDeleteyoi mba
DeleteWah... Jadi inget pengen naik kuda 😄
ReplyDeletenaik kuda lumping kasaki??
Delete