Cannery Row di tulis oleh John Steinback, seorang penulis asal California yang tidak merampungkan kuliahnya di Stanford University. Dan akhirnya memilih bekerja di sebagai buruh dan jurnalis di New York.
Steinbeck termasuk penulis yang produktif paia masanya, kurang lebih sudah 21 karya sudah ia terbitkan. Cannery row sendiri, adalah buku kesekian yang telah ia terbitkan. Tepatnya pada tahun 1945(saat Indonesia Merdeka!!) buku ini diterbitkan, mengisahkan kehidupan sebuah kota kecil bernama Cannery Row. Tempat dimana orang-orang Tionghoa, Polandia dan Italia bersatu dan saling berinteraksi di sudut bagian kecil California.
Kalau kalian mencari apa konflik klimaks dalam novel ini, kalian akan kecewa. Karena menurut saya pribadi novel ini agak datar. Tanpa plot twist atau ledakan konflik yang membuat kita berwah-wah ria.
Membaca ini memang agak membutuhkan niat yang besar, karena kita akan diajak berkenalan dengan warga-warga di Cannery Row yang mempunyai kepribadian, dan kisahnya masing-masing. Sebut saja? Lee Chong, seorang pria keturunan Tionghoa ini mempunyai toko kelontong namun seperti toserba. Tinggal sebut saja, ia akan membawakanmu barang yang kamu pinta.
Ada Doc, seorang laki-laki yang berprofesi sebagai peneliti. Sehari-harinya ia habiskan waktunya untuk di labolaturiumnya untuk meneliti kodok, tikus putus sampai ular berbisa.
Marc seorang penghancur. Apapun yang coba ia lakukan hanyalah memperburuk keadaan. Contohnya saat ia ingin membuat pesta kejutan untuk Doc, Hasilnya Doc benar-benar terkejut. Karena lab sekaligus rumahnya hancur akibat kegilaan pesta yang diadakan Marc. Bukan hanya masalah apa yang dia lakukan selalu bermasalah, kehidupan pribadinya pun sama saja. Sampai-sampai istrinya meninggalkan Marc.
Dan masih banyak lagi tokoh lainnya yang mengajarkan kita tentang arti kebahagiaan, kesederhanaan, kebersamaan, kerja keras dan lain-lainnya.
Alur datar Cannery Row ini hampir mirip dengan Lelaki Tua dan Lautan nya Ernest Hemingway. Kurang tahu juga ya, mungkin kalau itu memang gaya bahasanya seperti itu atau bagaimana. Atau mungkin karena terjemahan jadi bahasanya kaku. Akibatnya buku ini selalu sukses jadi buku dongeng pengantar tidur.
Alasan memilih buku ini covernya bikin seger sih, dengan gambar perkotaan alam flat design dan embel-embel penerjemah adalah Eka Kurniawan (Penulis Cantik itu Luka). Dengan semangat mencoba membaca buku dari penulis yang meraih nobel pada tahun-tahun terakhirnya sebelum meninggal dunia beberapa tahun kemudian.
Ini buku pertama dari John Steinbeck yang dibaca, kenapa ia sampai memenangkan nobel? Mungkin dari analisa ala-ala MS Wijaya karya beliau ini menampilkan sisi kehidupan di pinggir California dengan berbagai suku yang ada disana. Dan dia dengan jujur menulis semua novel-novelnya berdasarkan apa yang mungkin pernah ia rasakan dan lihat. Ia menuliskan apa yang dekat dengan kehidupannya, sehingga pesan yang ingin dia berikan sampai pada pembacanya.
2 Comments
Hm.. sisi lokalitas ya bang barangkali yg jadi faktor beliau meraih nobel.
ReplyDeleteanalisa ala-ala yang cukup menenangkan hati
ReplyDelete