Cerpen - Nayla Story (Begin Again)

MS Wijaya
5

Aku bediri ditengah Pont de Arts tak bergeming hanya memandang sungai Siene yang berwarna keperakkan menyilaukan mata karena tertimpa sinar matahari pagi. Sulur-sulur pohon willow di kanan-kirinya melambai-lambai manja dimainkan angin lembut, rok selututkupun ikut menari-nari dibuatnya. 

Ya aku sampai disini juga akhirnya. Kota cinta yang di idamkan oleh sejuta manusia dunia, untuk setidaknya sekali dalam seumur hidupnya. Sudah tiga tahun aku disini, meneruskan study yang kudapat secara gratis karena mendapatkan beasiswa yang saat itu diadakan oleh kedutaan Prancis.

Ini adalah musim panas terakhirku berada di Prancis, minggu depan aku sudah akan kembali ke Indonesia. Negara kelahiranku yang sudah tiga tahun pula kutinggalkan bagaimana kabar semua sanak-saudaraku terutama dirimu? Dirimu yang menjadi alasanku untuk menjauh sejauh yang ku bisa.

Seperti tak ada apa-apa diantara kita, kau memberikan undangan pernikahan bersampul biru itu padaku dengan  dan enteng mengatakan “Datang ya ke pernikahanku”. Aku tak mengatakan apa-apa, namun dalam hatiku hujan badai langsung menerpa dan memporak-porandakan segala isinya. 

Kenangan bertahun-tahun bersama hilang sudah saat kau tak bisa apa-apa dengan keadaan yang memaksamu menikah dengan wanita pilihan orang tuamu. Namun betapa bodohnya aku yang datang pula di hari pernikahanmu. 

Entah apa yang ada diotakku saat itu? mau menunjukkan bahwa aku rela? Atau Menunjukkan aku kuat dan baik-baik saja?.

“Bonjour Nayla, êtes-vous d’accord 1?” Sapa Joel membuyarkan lamunanku.

vous devez savoir ce qui est dans ma tête 2  ujarku lirih. Ia memang tahu segalanya tentangku. 
 
Joel adalah sahabatku selama tiga tahun belakangan ini. Joel sama halnya dengan laki-laki Prancis 
lainnya yang berpikiran terbuka dan romantis tentunya. 
 
Dengan badan tegap serta mata tajamnya, membuat ia lebih layak jika ia menjadi modelnya dari 
pada fotografer.
 
Ia seorang fotografer cukup handal dikota ini, dan tempat favorit untuk hunting foto adalah Ports de Arts. Sama seperti aku yang sangat menyukai tempat ini saat pertama kali sampai disini. Terlebih lagi tempat ini dekat dengan universitasku yang berada di kompleks Institute de France. 


Namun kami menyukai tempat ini dengan alasan yang berbeda berbeda. Menurut joel tempat ini adalah hutan emosi. Segala emosi yang diperlihatkan pengunjung Pont De Arts adalah sebuah moment yang patut ia abadikan menurut Joel, dan kuakui hasil jepretannya selalu keren. 

Bahkan aku pernah menjadi modelnya.  Sedangkan menurutku tempat ini adalah tempat dimana aku membuang kenangan yang telah lalu. Berharap kenangan itu hanyut ke dalam sungai siene.

Awal petemuan aku dan Joel tepat ditengah Port de Arts seperti hari ini, saat itu ia sedang memotret random seperti biasa, dan ia akhirnya tertarik dengan wajah senduku yang menatap jauh ke pulau Ile de La Cite diujung sana. 

Joel baru meminta izin untuk memotretku, setelah berhasil memotretku secara diam-diam pastinya, lagi pula mana mau orang sedang galau di minta berpose. Selepas itu Kita sering bertemu menghabiskan senja diatas jembatan Pont de Arts atau mengobrol di café sebrangnya. 

Entah mengapa saat itu aku bisa percaya pada orang asing sepertinya. Percaya untuk menceritakan kisah cintaku yang sangat rumit. 

Vous ne pouvez pas oublier, aussi? Kau terlalu lama bersedih untuk hal itu Nayla3
 
oui, aku tak tahu harus bagaimana menghapusnya
 
“Kau hanya belum mau untuk menghapusnya, kau terjebak disana” ujar Joel tegas,
memang yang ia katakana ada benarnya.  Aku belum mau melepas kenangan itu, itu semua terlalu 
indah untuk dilupakan dan terlalu menyakitkan pula saat mengetahui kenyataannya yang tak sejalan.
 
Let go Nayla, set you free 4” bisik Joel sambil mencium tanganku. 
Lalu pergi meninggalkanku sendiri. 
 
*****
 
Aku sudah siap dengan semua barang bawaanku, tinggal menunggu taksi yang ku pesan untuk
mengantar ke bandara. Aku lupa belum pamit pada Joel, aku segera berlari ke lantai empat 
apartemenku, disana Joel tinggal sejak setahun terakhir katanya ia ingin dekat denganku.
 
Setelah pertemuan kami di Port de Arts minggu lalu, kita tak pernah berjumpa lagi. Ia sibuk dengan 
pameran fotonya dan aku sibuk mengurus ini dan itu untuk persiapanku pulang ke tanah air. 
 
Aku mengetuk pintu apartemennya, tak lama ia keluar dari balik pintu dengan rambut
gondrongnya yang mengembang seperti sarang burung terkena badai Katrina. 
 
“Bonjour Joel, Je rentre chez moi aujourd’hui 5 ujarku kaku. Entah kenapa hari ini aku agak gugup
berbicara dengan pria dihadapanku. Setelah pertemuan terakhir kita aku terus berpikir dan 
berpikir akan satu hal
 
“oui , soyez prudent sur ​​la route chère 6 jawabnya cuek. 
Aku tahu ia marah denganku makannya ia bersikap seperti itu.
 
“Oke bye Joel” aku pamit dan membalikkan badanku bersiap untuk pergi, lalu tiba-tiba kurasakan 
tanganku ditarik dengan kuat oleh Joel, hingga aku kini berada dipelukannya.
 
“Ne vais pas je vous prie, Je t'aime Nayla 7 bisiknya sepenuh hati sambil memelukku erat.
 
Joel, bisakah kita mengulangnya dari awal aku balas berbisik dalam pelukannya. 
Aku tak mau lagi kehilangan orang yang kucintai untuk yang kedua kalinya. Aku ingin memulai
kembali dari awal. Bukankah aku pantas untuk bahagia?
 
 
 

1. Nayla, apa kamu baik-baik saja?
2. Kamu pasti tahu apa yang dikepalaku joel
3. kamu masih belum bisa melupakannya juga?
4. Lepaskan Nayla, bebaskan dirimu.
5. selamat pagi joel, aku akan pulang hari ini
6. Baiklah, hati-hati dijalan ya.
7. Ku mohon jangan pergi, aku mencintaimu Nayla

Tags

Post a Comment

5Comments

Post a Comment