Malam minggu
ini Lala sudah bersiap berpakaian rapi dan cantik. Bahkan ia sengaja memoles
lipstik dan bedak dengan tipis-tipis, rencananya kali ini pasti akan berhasil.
Apalagi ia dan kawan-kawannya sudah mempersiapkan dengan matang. Ia juga sudah
mengatakan kepada Emak dan Babeh bahwa hari ini pacarnya akan datang. Tidak
lupa ia mengatakan pada orang tua-nya untuk segera memberi tahu keluarga Somad
tentang rencana pembatalan perjodohan mereka.
“Buset wangi
bener anak emak, udah kayak kuburan baru.” Ceplos Emak begitu Lala lewat di
depannya. Emak dan Babeh sudah duduk manis di beranda depan sejak sehabis
Shalat Isya, karena penasaran siapa gerangan pacar anak perempuannya itu. Babeh
bahkan sudah menghabiskan tiga batang rokok sejak tadi ditemani kopi hitam dan
koran tadi pagi. Walupun sudah berumur, Babeh Lala tidak menggunakan kacamata
seperti orangtua pada umumnya, matannya masih cukup awas untuk membaca ukuran
huruf-huruf di koran.
“Iyya dong, kan
Lala mau ketemu pacar. Jadi harus wangi, cantik dan seksih.” Balas Lala, dengan
penekanan kata seksi yang ditambahkan huruf ‘h’ dibelakangnya. Tak lupa ia
membuat pose seksi cover majalah. Tangan kirinya di kepala sedangkan tangan
kanannya di pinggul yang sengaja ia tonjolkan sehingga lekukan tubuh Lala
terlihat seperti gitar. Emak yang melihat bergidik ngeri, dan melempar anak
gadisnya itu dengan pisang goreng yang ada diatas meja dekat ia duduk.
“Nggak kena yeeyyy..” Ejek Lala dan langsung meloyor kabur ke dalam, sebelum piring tempat pisang goreng menjadi piring terbang. Emak mengetuk-ngetuk meja tiga kali dengan tangannya, seraya berbisik ‘amit-amit jabang bayi, ya gusti! Ngidam apa coba hambamu ini waktu itu’. Babeh menahan tawanya melihat tingkah anak dan isterinya tersebut. Saking tak tahannya untuk tertawa, ia menutup korannya tinggi-tinggi untuk menutupi tawanya yang tak bersuara.
“Nggak kena yeeyyy..” Ejek Lala dan langsung meloyor kabur ke dalam, sebelum piring tempat pisang goreng menjadi piring terbang. Emak mengetuk-ngetuk meja tiga kali dengan tangannya, seraya berbisik ‘amit-amit jabang bayi, ya gusti! Ngidam apa coba hambamu ini waktu itu’. Babeh menahan tawanya melihat tingkah anak dan isterinya tersebut. Saking tak tahannya untuk tertawa, ia menutup korannya tinggi-tinggi untuk menutupi tawanya yang tak bersuara.
‘cah edan!!’
“Lu
pada udah sampai mana sih?” Tegasnya begitu sambungan telepon tersambung. Lala
mulai resah, belum ada tanda-tanda bahwa Aldo dan kawan-kawan sampai di
rumahnya.
“Santai, bentar
lagi kita nyampe kok. Ini udah depan gang rumah loe. Loe sia-siap aja, jangan
tegang!” jawab Aldo, lalu mematikan teleponnya. Walaupun Lala belum sempat
mengiyakan. Dan ia tahu ada sesuatu yang tidak beres. Ia bergegas keluar
kamarnya, untuk menyambut kedatangan teman-temannya itu.
Mobil Honda Jazz
berwarna merah memasuki pekarangan rumah Lala, ia segera bangkit dari tempatnya
dan menghampiri mobil tersebut. Lala mengetuk-ngetuk pintu mobil, dan
menunjuk-nunjuk ke pintu, meminta si pengendara membuka pintunya. Klik, suara
kunci pintu dibuka. Lala membuka pintu mobil dan kaget mendapati Aldo yang
disana bukan Rendy! Ia langsung masuk dan menutup pintu mobil.
“Rendy mana
Do!!” Senyum yang sejak tadi mengembang di wajah Lala pudar seketika.
“Aduh La, gue
minta maaf banget La. Dia nggak bisa dateng hari ini! Ibunya masuk rumah sakit
tadi sore. Jadi dia harus jagaain ibunya sekarang. Dia juga bilang minta maaf
banget.” Aldo memelas.
“Terus gimana
sekarang?.”
“Lu nggak
ngliat gue kesini buat apa?. Gini-gini kan gue pernah jadi anak teater.” Aldo
menenangkan.
“Laga lu anak
teater, anak lenong Cing Asmat juga lu!.”
“Lah apa
bedanya? Teater kalau di jakarta ya namanya leonong. Yaudah ahh ayo turun.
Entar Babeh sama Emak curiga lagi kita di dalem kelamaan.” Aldo keluar mobil
dahulu, disusul Lala yang ragu-ragu keluar dari mobil. Aldo berdiri menunggu
Lala, tangan kirinya memberikan kode agar Lala menggandengnya seperti dalam
film-film romantis.
“Assalamualaikum
Beh, Mak..” Aldo cium tangan pada Emak dan Babeh.
“Hehhh..hehh..
apa-apaan nih?? Lu kira lagi mau nyebrang di jebra kros main gandeng-gandengan
segala?” Babeh dengan paksa melepas gandengan Lala dan Aldo.
“Elah beh,
kayak kagak pernah muda aja.” Elak Aldo sambil tersenyum lebar seperti biasa.
“Mau ngapa lu
kesini Do? Mau ngajak Lala maen? Die ada acara maelm ni, mau ngenalin pacarnya
sama emak babeh.” tanya emak curiga.
“Lah... emang
Emak sama Babeh nggak dikasih tau siapa pacarnya Lala? Ehemm...” Ujar Aldo
sambil merapikan kerah kemeja lengan pendek yang sebenarnya sudah rapih.
“Kagaklah, kata
dia biar sepreii.. eh supres..” jawab emak, lalu memandang Lala dengan penuh
tanya. Lala hanya tersenyum kecut, antara gugup dan merasa bersalah karena
kebohongannya.
“Liat dong, ini
udah di depan emak sama babeh.” Aldo kalem dan percaya diri.
“APAAA?? Serius
lu La??” Tanya Emak dan Babeh koor, bersamaan. Yang ditanya hanya
manggut-manggut tanda mengiyakan.
“Hehh haram tau
lu entar nikahnya sam si Aldo, kan lu pada tau dulu waktu emaknya Aldo setahun
jadi TKW ke Arab gua yang nyusuin. Jadi kagak boleh kalau sodara sesusuan mah.”
Ujar Emak was-was. Memang dulu sejak kecil Aldo, Lala bahkan Rika pernah di
susui oleh Emak. Makanya mereka sudah menjadi sahabat kental sampai saat ini,
mungkin karena pertalian tersebut yang membuat awet persahabatan mereka.
“Kalau cinta udah
cinta gimana mak?.” Lala memelas, pura-pura sedih. Matanya tertunduk kebawah,
melihat lantai. Padahal sebenarnya iya menahan tawa, karena emak terlalu polos
hingga percaya dengan Aldo. Tapi ia meras bersalah juga sebenarnya.
“Iyya mak, masa
Emak sama Babeh tega misahin kita? emang kagak mau apa jadi mantuan ama Aldo
mak? Beh?” Aldo ikut memelas, rupanya akting Aldo tidak bisa dianggap enteng.
Aldo benar-benar berbakat, harusnya ia mulai besok ikut casting di production
huse. Pasti ia akan diterima menjadi pemeran-pemeran FTV setidaknya, pikir Lala
melihat akting Aldo yang meyakinkan sekali. Emak dan Babeh pun terdiam saling
memandang, seakan mereka punya telepati untuk berbicara tanpa bersuara.
“Nah kan! Apa
gua bilang, pasti aldo sama Lala ada apa-apanya. Hubungan antara laki sama
perempuan kalau nggak ada apa-apanya mustahil.” Bisik babeh pada emak di dalam
kamar. Lala menguping dari belakang daun pintu obrolan emak dan babeh, ia cukup
puas dengan hasil pekerjaan Aldo. Kalau tau dengan Aldo saja berhasil, kenapa
kemarin ia repot-repot harus melakukan hal konyol dan membuat hatinya terasa
nyeri karena harus bertemu kembali dengan mantannya.
Yes, akhirnya gue terbebas dari perjodohan
untuk sementara waktu. Lala girang, lalu kembali ke kamarnya dengan senyum
penuh kemenangan. Malam ini dan malam selanjutnya ia akan bisa tidur dengan
tenang dan nyenyak tentunya, tanpa harus berpikir tentang perjodohan yang
konyol itu lagi. Di grup whatsapp Lala berterima kasih banyak pada kedua
sahabat tercintanya itu, dan berjanji akan mentraktir makan sepuasnya sebagai
ucapan terimakasih Lala pada mereka.
0 Comments