“Rikaaa....” tiba-tiba Lala sudah ada didepan pintu kamar Rika.
“Lu kenapa beib?.” tanya Rika otomatis menghampiri Lala yang mematung di depan kamarnya. Karena Lala dan Rika sudah berteman sejak sekolah dasar, keluarga mereka sudah sangat dekat. Bahkan Orangtua Rika meganggap Lala sebagai anaknya sendiri. Maka dari itu Lala bisa keluar-masuk ke rumah Rika seenaknya.
“Prass mau nikah..” jawab Lala lemah dan tak bersemangat. Tulangnya serasa hilang, hingga ia siap roboh kapan saja. Rika memapah Lala sampai ke tempat tidurnya dan membaringkan tubuh Lala disana.
“Rupanya lu belum bisa mup on ya La?” Rka duduk disamping Lala sambil mengelus lembut rambut Lala.
“Udah, Cuma rasanya sakit banget. Tau nggak sih Ri. Dulu tuh gue sama Prass sering banget mengandai-ngandai. Nanti kalau kita udah nikah gimana. Kita buat pembagian kerjaan rumah tangga, siapa yang ngasuh anak, siapa yang bagian nganterin anak setiap harinya. Siapa yang bagian gendong anak kita nanti kalau dia bangun tengah malam. Ya ampun, gue nggak percaya gue pernah ngomongin hal seperti itu sama Prass”
“Ssstttt... berarti memang bukan jodoh lu La. Sesimpel itu aja kok” Rika menenangkan Lala. Ia mencoba membicarakan hal lainnya agar setidaknya Lala bisa melupakan barang sejenak tentang Prass. Ia jadi merasa sangat bersalah pada Lala, karena dia yang menyarankan untuk bertemu dengan mantannya itu.
***
Lala hanya mengaduk-ngaduk sarapannya pagi ini. Ia masih kurang enak badan karena kejadian semalam. Ternyata perasaan yang buruk, sangat berpengaruh terhadap kesehatan tubuhnya. Apalagi memikirkan waktu yang terus berjalan, sesuai dengan perjanjiannya dengan Emak.
“La, senen besok temennya babeh lu Haji Daud bakalan kesini. Mau silaturahmi, lu masih ingetkan anaknya si Somad yang seumuran lu? Yang dulu sering lu bikin nangis?” Emak membuyarkan lamunan Lala.
“Tau, yang ingusnya suka kemane-mane entukan? Orang di senggol aja dia nangis. Belom aja di jorokin mak” jawab Lala asal, sekaligus mengingat sososk anak kecil kurus kerempeng yang kelihatan selalu pilek itu.
“Nah, si somad entu yang mau dijodohin sama elu entar” ujar emak polos tanpa berdosa, membocorkan berita besar kepada lala.
“Apa mak? Si Somad?? Kagak ada yang lain apa mak?? Idihh amit-amit jabang bayi mak. Apa udah nggak ada stok cowok lain di dunia ini mak, selain somad? Kalau gini mah mending Lala jadi perawan tua aja sekalian”
“Hehh ngomongnya elu La, omongan itu doa.” Emak melotot kearah anak gadisnya itu.
“Eh kagak jadi deh ya Allah, maapin Lala ya Allah. Lala Khilaf” ujar Lala bersungguh-sungguh berbicara sendiri. Nafsu makannya benar-benar hilang sekarang, beruntung bunyi klakson mobil Aldo tiba-tiba berbunyi merdu untuk menyelamatkannya kali ini. Sehingga ia bisa lepas sejenak dari emak. Ia segera pamit pada emak dan menghampiri Aldo dan Rika yang sudah menunggu didepan rumah Lala.
“Ati-ati di jalan ya..” teriak emak dari teras depan yang memperhatikan Lala dan kedua temannya itu sampai hilang dari pandangannya. Tiga sekawan itu serempak berdada ria dari dalam mobil.
“Gawat, keadaan mulai gawat nih.” Lala setengah berteriak pada kedua sahabatnya itu begitu masuk ke dalam mobil.
“Tenang-tenang gue punya solusinya, kalau Prass gagal. Kenapa kita nggak minta gebetan lu itu? Kali aja kan dia punya perasaan yang sama. Its time for you buat mengungkapkan perasaan lu La daripada lu simpen, bisulan entar” Ujar Aldo bersemangat. Sepertinya Rika sudah menceritakan perihal semalam tentang kegagalan bersama Prass. Rika hanya mengangguk-angguk setuju dari bangku depan.
Siksaan apalagi ini ya Allah, teriak Lala dalam hati.
***
Lala merapikan pakaiannya yang sudah licin. Bahkan semutpun akan tergelincir jika menempel di pakaiannya. Dimobil tadipun ia sudah diberikan polesan make up yang sedikit menor oleh Rika yang memang mahir dalam hal berdandan.
Ia juga sudah diajarkan untuk menyatakan perasaanya kepada laki-laki yang setiap harinya di cafe depan kantornya itu. Benar juga yang dikatakan Aldo, bukan lagi saatnya wanita harus menyembunyikan perasaannya dan menanti laki-laki peka.
Tapi yang masih diragukan oleh dirinya adalah tentang perasaannya pada lelaki itu. Apakah hanya sekedar suka karena mengagumi atau memang cinta. Sudah hampir sebulan memang Lala memperhatikan laki-laki itu. Rika dan Aldo duduk di pojokan cafe sambil memberi semangat pada Lala yang berjalan menghampiri laki-laki idamannya itu.
“Hai, aku lala. Sebenernya aku udah lama perhatiin kamu. Apa kamu mau jadi pacar aku?” begitu mantra yang diberikan Aldo. Dan sudah dirapal berkali-kali didalam hati maupun di tes langsung oleh kedua juri di depannya(Aldo dan Rika) saat di mobil tadi. Satu kalimat yang padat dan singkat. Dan mudah dihafalkan juga.
Hanya tinggal tiga langkah lagi, Lala akan sampai pada meja tempat laki-laki itu. Bahkan ia tidak tahu namanya. Ia hanya pengagum rahasia.
“Maaf Mas, ini sudah bisa diangkat?” ucapan konyol dan aneh itu yang malah keluar dari mulut Lala. Laki-laki itu hanya mengangguk, dan terlihat terkejut karena dari pakaian Lala sudah jelas beda dengan seragam karyawan cafe tersebut. Dalam hati Lala menahan malu dan gugup. Namun ia berhasil melewati laki-laki itu berjalan ke belakang untuk mengantar gelas dan piring kotor yang tadi ia bawa dari meja.
Dipojokan Rika dan Aldo serempak menepuk jidat mereka dengan gemas. Sedangkan Lala langsung kabur setelah mengantarkan gelas kotor tadi ke belakang. Di ikuti tatapan aneh karyawan cafe. Yang untungnya pengunjungnya masih sepi.
0 Comments