Akhirnya bisa menyelesaikan buat ulasan setelah sambat dulu tentang ending Yuni yang open ending itu ke penulis novelnya yaitu Ade Ubaidil haha. Oke langsung saja berikut ulasannya.
STORYLINE
Mengisahkan tentang pergolakan remaja perempuan bernama Yuni, Dia sebenarnya masih nggak tahu mau apa setelah lulus sekolah. Kuliah, tapi dia masih bimbang banget. Walaupun dari pihak guru kesayangannya udah menawarkan beasiswa yang bisa Yuni dapatkan dengan beberapa syarat seperti nilai rata-rata semua mapel baik, dan sikap selama di sekolah juga dinilai. Orangtua Yuni juga sebenarnya pengen Yuni kuliah lagi awalnya(tapi entah kenapa tiba-tiba berubah pikiran) namun Yuni kayak masih plin-plan, apalagi setelah menerima lamaran dari tiga pria secara tiba-tiba.Sebagai remaja yang hidup ditengah masyarakat yang banyak menuntut dan percaya akan mitos. Yuni makin merasa terbebani, seperti nggak baik nolak lamaran terus-menerus takutnya nanti jadi susah jodoh. Belum lagi orang terdekat yang mereka sayangi hanya paham hakikat wanita ya hanya untuk menikah dan melayani suami kelak. Yuni merasa nggak punya pilihan dengan tekanan dari berbagai sisi di umur yang masih belia ini. Apalagi melihat teman-temannya yang sudah terlebih dahulu menikah atau banyak mengalami hal-hal yang Yuni nggak mau alami dalam hidupnya. Sebagai remaja, dia banyak melihat kekecewaan dan perubahan drastis yang bisa dihadapi terutama untk seorang perempuan.
Secara cerita bagus, gambarin banget kisah remaja-remaja perempuan khususnya di daerah. Bagaimana remaja perempuan seperti nggak punya pilihan selain menikah selepas sekolah(bahkan sebelum lulus). Aku sebelumnya udah baca beberapa review yang kayak Yuni dianggap membuat keputusan yang salah. Tapi aku coba memposisikan sebagai Yuni, di umur masih sekitar 17-an, dan belum punya pengalaman untuk menghadapi emosi dan perubahan yang besar dalam hidupnya itu hal yang alami. Kita pasti pernah buat kesalahan di masa remaja, dan hal itu yang membuat kita belajar, tahu mana yang terbaik buat kita, mana yang buruk bagi kita atau bahkan orang sekitar. Itu smeua proses, kita ngak bisa menghakimi pilihan setiap orang. Karena kita kan nggak pernah hidup sebagai mereka, nggak mengalami hal-hal yang membentuk pikiran mereka.(Jadi curhat gini ya Bund!)
VISUAL
Secara visual sangat memuaskan dan memanjakan mata. Pemilihan warna yang cakep dan setingnya juga nggak yang muluk-muluk maksain. Yaudah kayak tempat-tempat biasa yang sering kita kunjungin. Yang bikin gw pribadi ngrasa dekat dan relate sama film ini. Saking relatenya, kayak lagi nonton kisah tetangga sebelah. Kalau yang bosen dengan film-film yang menunjukkan kehedonan ibu kota atau luar negeri bisa banget ini jadi salah satu pilihan tontonan buat penyegaran, bahwa nggak semua dunia film hanya berseting di kota dan gedung-gedung megah. Untuk make-up juga natural, gak ada yang dipaksa di item-itemin mukanya untuk memberi kesan orang susah.
DARI SAPARDI SAMPAI ANGGUN
Sepanjang film kita diajak memaknai
puisi-puis Sapardi Djoko Damono yang sederhana tapi penuh makna. Ditambah lagi
kehadiran lagu Anggun di awal tentang tua-tua keladi yang bikin kita ikutan
bersenandung ria. Terakhir ending di tutup dengan memaknai puisi hujan bulan juni,
yang mungkin aku sendiri memaknai
endingnya (yang open ending dan bisa bikin gila mikirnya gimana akhirnya nasib
Yuni) ini lewat puisi Sapardi Djoko Damono itu. Dimana puisi itu menggambarkan
tentang seseorang yang menanti sesuatu dengan keikhlasan, kesabaran dan doa
yang tak henti ia panjatkan. Dengan segala kepasrahannya itu akhirnya semesta
memberikan apa yang ia nanti. Ending juga
ditutup dengan tarian kebebasan setiap karakternya diiringi lagu Mimpi dari
Anggun. Pasti langsung brebes mili kalo ngikutin filmnya sampai akhir. Apalagi sambil
nyanyi dalam hati.
0 Comments